Tampilkan postingan dengan label Brands and Idea. Tampilkan semua postingan

25 Mei 2022

Why Does Your Company Need a Blog?

 

Start With Blog









 





We are entering the information age where the internet and search engines are an integral part of our daily lives. This information exchange encourages business people to filter profits and strengthen their "fishnets", so that information exchange activities become more purposeful. So, what can blogs do for companies? Understand this sequence, then we will see how blogs can do their job.

Trust Is Key

A lively and effective blog makes the public (internal and external) of the company believe in the organization, products, and services. This signifies that each element within the company is working properly and contributing toward the set goals. Before applicants meet the interview schedule, they will go to the website and click on the company blog to dig up more information from there, before customers make a purchase decision, they will go to the company blog to see how the company is performing, top management will periodically check the company website and blog, what is displayed and how it "looks and feels" can influence the public's assessment of the company. The point is, that trust builds interest. When people are interested, they will communicate. When the trust account is high, communication is easy, instant, and effective, says Stephen Covey, author of the famous book The Seven Habits of Highly Effective People.

Building Long-Term Relationships

When trust builds people's interest, especially the company's marketing targets, then they will communicate; whether it's asking questions, providing feedback, looking at goods, considering services, placing orders, or providing reviews or references to more potential buyers or users. This repetitive activity increases the number of visits to the company's web and blog, so it is from this relationship that reputation is built.

If the series of action lines above occur continuously and consistently, the company's products and services reach a point where the brand of goods occupies the minds of customers and potential customers, so that they become loyal customers who "can't go anywhere else."

When these marketing goals occur and a lively and effective blog acts as one of the entry points for recognizing companies in the flow of information exchange, in the end, not only in the form of numbers only profits are expressed but also emotional satisfaction in the marketing relationship for both parties.




11 Oktober 2016

Annual Report


Ke mana perginya print-out (cetakan-cetakan) tebal bernama Annual Report? Bahkan CEO yang diwawancarai oleh copywriternya pun hanya akan membuka sekejap saja lalu melupakannya. Menjadi deretan buku tidak berkuasa yang memenuhi rak-rak buku kantor bahkan mungkin di meja Managing Directornya pun tidak ada. Padahal, berapa banyak pohon yang sudah ditebang untuk berlembar-lembar kertas tersebut? Sementara organisasi menyuarakan go green – “biarkan pohon hidup dan membuat bumi hijau”.

Saatnya berbeda. Beralih ke cara yang lebih kreatif dan segar.

Film dokumenter misalnya berdurasi 10-15 menit berisi pencapaian-pencapaian organisasi yang dibuat semenarik mungkin (dari segi konten), dan bahasa gambar, dan tentu narasi, sehingga bisa sedikit lebih mirip film editorial atau advertorial. Bayangkan pengaruh Youtube, apabila film bisa dibuat beberapa sesi atau episode yang berbeda setiap tahunnya. Umpan baliknya bisa jadi berbeda. Dan perbedaannya bisa jadi benar-benar berbeda.

Kenapa? Makin futuristik jaman, makin intuitif segalanya dibuat. Coba, ada smartphone tanpa layar touchscreen sekarang? Maka, tindakan lebih punya tempat bukan lagi kata-kata semata. Pengalaman visual lebih menguatkan dari pada cuma halaman biasa, dan fakta jauh lebih penting ketimbang cuma citra.


#BrandED-idea


20 Desember 2015

Dari Buku Kita Tahu




Banyak cara untuk berbagi pengetahuan. Salah satunya adalah melalui buku. Bahwa dengan buku kita beroleh hikmat, pengertian, pertimbangan, kecerdasan dan sekaligus juga menemukan cara-cara baru yang tepat guna bagi kehidupan keseharian kita, sehingga hasil akhirnya adalah kita bisa menjadi lebih bijaksana dan dengan begitu, kita menginspirasi lebih banyak orang untuk mengambil sikap (bijak) yang sama dan menemukan manfaat jangka panjangnya. Dengan satu catatan; hanya dari buku yang memberi kebaikan.

Jadi, sempatkan baca 1-2 buku sebelum Desember ini berakhir, dan jadikan beberapa poin penting yang didapat sebagai tekad kehendak atau revolusi di tahun baru. Salah satu yang sangat saya rekomendasikan dan yang juga sedang saya baca adalah:


The Miracle of Enzyme oleh Dr. Hiromi Shinya

Bumi yang kita tempati ini, menimbun begitu banyak hal untuk digali dan diteliti. Karena hanya di planet inilah kita hidup, bersama-sama dengan miliaran hewan dan tumbuhan. Jadi, apa kaitannya dengan buku ini? Sangat ada, dan sangat luar biasa keterhubungan antara manusia dengan keduanya! Saya, (dan Anda juga) akan dibuat tercengang-cengang dengan penelitian dan pengetahuan Dr. Hiromi tentang tubuh manusia dan bagaimana sistem di dalamnya bekerja menyerap sekaligus mengubah segala makanan berunsur hewani dan nabati yang masuk ke dalam tubuh kita, dan bagaimana enzim tubuh kita ternyata berperan dan bekerja sebagai ujung tombak kelangsungan (kesehatan) tubuh kita.


Susu
Salah satu yang sangat provokatif dan kontroversial adalah, bahwa menurut Dr. Hiromi, susu sapi dan semua produk dari susu ini, sama sekali tidak memberi manfaat apa-apa bagi tubuh kita! Dr. Hiromi menyebut, hanya ada satu susu yang dibenarkan untuk diminum oleh manusia, yakni susu manusia! Demikian juga halnya dengan susu sapi, hanya untuk anak sapi.

Untuk perkara susu, saya sudah melihat dan membuktikannya. Ibu saya, hanya mengenal susu ASI. Seumur hidupnya, beliau tidak pernah minum susu karena tidak doyan susu, dan makanan jenis apapun yang berbau susu. Tetapi mengherankan bahwa di usia lanjut, tulang-tulangnya masih kuat dan staminanya juga terjaga. Satu lagi, teman laki-laki saya, juga tidak minum susu (sebagai jalan pengobatan dan pencegahan penyakit bronkitis yang pernah diidapnya saat kecil). Alhasil, sampai dewasapun dia tidak mengonsumsi susu dan lidahnya menjadi tidak doyan semua panganan dari susu atau yang berbau susu. Tetapi mengherankan juga, tubuhnya tetap sehat, gempal, dan tidak memiliki keluhan penyakit.


Daging
Makan daging tidak akan memberi stamina. Ikan lebih baik ketimbang daging. Wah, ini lampu kuning bagi mereka yang suka makan daging. Penjelasannya, sangat menarik! Saya jadi ingat,  dulu sekali pada jaman pemerintahan Raja Nebukadnezar, kisah seorang abdi raja bernama Daniel dan tiga orang kawannya yang adu tanding body building dengan beberapa orang muda istana selama 10 hari. Daniel dan kawan-kawan hanya makan sayur dan air putih sebagai menu utama mereka, sementara orang-orang muda lainnya makan dari meja santapan raja yang notabene banyak jenis daging, kaldu, gulai, dan semua yang berlemak dan bikin ngiler. 

Hasilnya, perawakan Daniel dan teman-temannya jauh lebih gemuk padat berisi, berstamina dan sehat! Sekarang, saya mengerti, kenapa Yesus juga memilih ikan segar baru tangkapan, buah-buahan dan sayuran. Hah, pantes dia mengutuk pohon ara yang tidak memberinya buah saat dia lapar!


Usus besar kita
Masih banyak lagi hal mencengangkan lainnya yang dipaparkan Dr. Hiromi dari penelitiannya yang spektakuler dan revolusioner. Bahwa beliau juga merupakan ahli usus terkemuka di dunia yang telah meneliti lebih dari 300.000 usus manusia, khususnya  usus orang Amerika dan Jepang. Ternyata, pangkal berbagai macam penyakit (semua nama penyakit yang dapat disebut) bersumber di usus besar! Apa dan bagaimana kondisinya sampai bisa menentukan baik buruknya kesehatan kita, bahkan kehidupan seks pasutri, segera cari tahu di buku ini. Dr. Hiromi juga menjelaskan bagaimana sebetulnya (keadaan) demam justru sedang bekerja mempertahankan atau meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara yang selama ini kerap kita lakukan di saat demam adalah segera mencari dan minum obat pereda atau penghilang demam. Padahal yang sesungguhnya terjadi, obat-obatan justru meracuni tubuh. Jadi, bagaimana cara menangani sekaligus mencegah sakit? Jawabannya justru ada di dekat kita, di sekitar kita, dan di dalam kita sendiri! Di luar tubuh, itu bersumber dari alam ada berupa buah-buahan, sayuran (tumbuh-tumbuhan dan bebijian), serta air putih. Di dalam kita sendiri, tentu saja pikiran, kesediaan untuk berbagi, cinta, dan hati yang gembira. Ingat akan perkataan bijak bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti saja? Nah, konsep itu mengambil bagian yang sangat penting bagi kesehatan dan kebahagiaan kita. 

Lantas, bagaimana posisi gula, kafein, (teh dan kopi) alkohol, dan zat-zat lainnya?
Hm, lagi-lagi, saya dibuat menemukan makna dari “...berilah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya.


Secara teknis, buku ini memuat 300 halaman dengan jenis font yang menarik (tidak membuat mata lelah), layout yang asik dan menyegarkan, tata bahasa dan gaya tutur yang tidak kaku dan menyenangkan, dan tentu ini yang saya suka, quote penting yang ditulis dalam kotak dan ditebalkan sebagai bentuk penekanan atau poin penting yang dapat diingat oleh pembaca. Harga bukunya di bawah 100 ribu rupiah, ukurannya tidak terlalu besar dan tetap muat di tas berukuran sedang.
Selamat menjadi bijaksana dalam keputusan keseharian terutama yang menyangkut kesehatan. 


06 Desember 2014

Makna Simbolik Dalam Sebuah Logo



Logo.
Dunia pemasaran dan seni grafis pasti sangat akrab dengan pembuatan logo. Bentuk, ukuran, warna, penempatan, keunikan (ciri khas yang menjadi pembeda) serta fleksibilitas (dapat dikembangkan) merupakan elemen-elemen yang harus dipikirkan dan dibuat dalam pembuatan logo.

Bicara tentang logo, bisa jadi soal makna memaknai sangat bersifat subyektif. Termasuk soal cara saya memandang dua logo perusahaan perbankan besar di tanah air.


Bank Mega

Logo Bank Mega.
"siap melahirkan hal besar dari sana"

















Logo ini menarik.

Bentuk huruf M dengan dua kakinya yang melebar, dan warna terakota yang lebih kuat tepat di tengahnya, membuat imajinasi saya menari-nari memaknai. Ah! OMG. Maaf, saya kok melihatnya jadi seperti paha atau selangkangan perempuan yang sedang mengangkang, (siap melahirkan?). Dari jauh, seperti gambar setetes darah terbalik pada bagian tengah. Ada lima warna di logo tersebut dan warna terakota yang kuat, diletakkan di tengahnya tepat di lengkungan yang menyerupai pantat.

Semoga, dari “jalur” itu terlahir ide-ide segar dalam organisasinya yang membuatnya besar dan tangguh. Seperti namanya, MEGA.



Bank BNI

Logo Bank BNI
"jumlahnya genap"















Dulu, logo BNI adalah gambar perahu dengan layar terkembang dan tiga ombak besar. Dalam perjalannya, BNI pernah menjadi “kapal besar” yang mengalami kebocoran namun tidak tenggelam karena segera ada langkah-langkah penyelamatan.

Kini, logonya yang terakhir adalah angka empat-enam (46) yang diletakkan agak diagonal. Yang menarik buat saya, 46 (empat-enam) adalah dua angka genap yang berarti “penuh”. Empat-enam (46) dimaknai penuh karena baik sebagai angka tunggal, (masing-masing “4” dan “6”) tetap genap, dan jika ditambahkan pun hasilnya genap (4+6). Saya suka yang genap-genap.

Saya teringat pengalaman ketika saban kali mau naik angkot menuju daerah-daerah komplek perumahan atau perkampungan. Kenek angkotnya, (yang kadang-kadang anak lelaki usia sekolah) sambil memukul kaca jendela mobil dengan uang logam, berteriak-teriak: “ Empat enam, empat enam, ya! Tolong digeser!” Itu maksudnya format bangku di kiri-kanan mobil angkot jumlah penumpangnya harus memenuhi kuota empat di baris kiri, enam di baris kanan (hapal saya!). Setelah genap empat-enam, barulah angkot berjalan.

Semoga dari angka 46 itu, banyak tujuan mulia yang digenapi, terutama untuk kesejahteraan rakyat di seluruh pelosok Nusantara.





30 September 2014

Branding, Memberi Jawaban Plus Pengalaman




Karena jawaban memerlukan pertanyaan...

Ribuan tahun lalu seorang bijak pernah menulis, bahwa pengetahuan akan semakin bertambah dan manusia akan (semakin) menyelidikinya. Kehidupan kita dengan teknologi dan kawan-kawannya kini menggenapi itu, dan akan semakin memberikan hasil penyelidikan baru di masa depan. Bahkan untuk banyak bidang; komunikasi, kesehatan, transportasi, konstruksi, pangan. Banyak, dan akan semakin banyak.

Contoh paling simpel adalah Apple.

Pertanyaan awalnya adalah,
“Jadi, cuma segini aja nih gadget? Cuma sekadar pencat-pencet keypad dan tidak lebih dari itu?”

Lalu Apple menjawabnya, dan voila! Kehadirannya memberikan kita lebih dari sekadar pengalaman baru dalam berteknologi dan berkomunikasi. Layar sentuh dengan sirkuit mutakhir di dalamnya membuat “manusia” tidak merasa pernah mati gaya. Dan karenanya, jika kita menyebut nama Apple, atau melihat produk dengan logo bergambar buah apel digigit sedikit, persepsi atau asosiasi kita akan mengarah pada: teknologi, canggih, gadget, eksklusif, mahal, prestis, dan seterusnya. Itulah brand.

Brand, (menurut saya), sesuatu yang kita pikirkan saat melihat, mengetahui, mengenal bahkan mungkin menggunakan sebuah produk atau merek dagang. “Kemelekatan” yang terdapat pada merek tersebut. Atau dengan kata lain, persepsi kita mengenai sebuah merek; baik itu identitas yang terlihat, citra yang terungkap, atau pun nilai dan manfaat yang kita yakini terhadap merek tersebut apabila kita terhubung dengannya.

Lalu branding?

Proses awalnya adalah dengan menjawab pertanyaan dan memberi pengalaman. Proses penajaman persepsi atau “kemelekatan” itu, itulah branding. Pertanyaan dan pengalaman siapa yang perlu dijawab? Pertanyaan dan pengalaman kita; target pasar, kostumer potensial, atau calon kostumer.

Contohnya adalah kosmetik Wardah.

Beberapa waktu lalu muncul isu penting dalam industri kosmetik atau tata rias wajah. Disinyalir, banyak kosmetik terutama lipstik terkenal buatan luar yang menggunakan bahan-bahan yang diharamkan bagi kaum muslim. Jadi muncul pertanyaan,

“Ada nggak sih kosmetik yang halal? Bukan sekadar berlabel “halal” tetapi benar-benar terbuat dari bahan yang halal dan diperuntukkan bagi perempuan muslim?”

Wardah menjawabnya di momentum yang tepat. Pesannya jelas. Tampil cantik bukan perbuatan amoral, dan disukai banyak orang karena cantik juga bukan tindakan asusila. Maka brand-nya berasosiasi dengan kosmetik buat perempuan muslim (Asia) yang modern, merawat diri, tampil chic dan enak dilihat, sekalipun auratnya tertutup. Karena aurat tertutup, otomatis area wajahlah yang (bisa) diperkuat untuk menampilkan pesona diri. Endorsernya pun dipilih untuk membentuk dan mengangkat karakter perempuan muslim yang santun, tidak munafik, smart, wajar, dan jauh dari pergunjingan.

Dulu, kehalalan pada kosmetik tidak dianggap penting. Tapi semakin banyak orang menyerap nilai-nilai keyakinan (agama) yang dianutnya dan itu menjadi pakem dalam keputusan sehari-hari mengenai apa yang akan dimakan, apa yang digunakan, apa yang dikerjakan dan lain-lain, “kosmetik halal” menjadi punya tempat kuat, dan pas di ruang pasar yang sudah ada. Kemelekatannya, atau atributnya jadi semakin jelas. Dan dari proses branding tersebut, (yang memerlukan waktu dan ketahanan panjang serta konsistensi) memberi posisi baru (product positioning) bahwa Wardah, produk lokal yang banyak disukai, banyak digunakan, terjangkau dan halal. 

Awalnya, saya pakai lipstik buatan luar. Mahal dan rasanya memang empuk di bibir. Ketika saya menggunakan Wardah, saya mendapatkan “citarasa” yang sama di bibir saya, dan yang paling penting tidak mahal. Pengalaman ini cenderung menggiring kostumer untuk memutuskan menggunakannya lagi. Dan semakin kuat jika itu bersinggungan dengan logika dan realita. Dengan seratus ribu saya cuma dapatkan satu item produk kosmetik, sementara dengan merek yang lain dengan kualitas dan nominal yang sama, saya dapatkan dua item produk kosmetik. Dan akhirnya, target pasarnya (Wardah) menjadi lebih luas; mendapatkan tempat dan digunakan juga oleh perempuan non muslim.

Memang tidak ada ide yang orisinil dalam dunia brand dan branding. Semua merupakan hasil dari adopsi dan inovasi, yang berawal dari menjawab pertanyaan dan memberi pengalaman. Kekuatan menjawab dan memberi pengalamanlah yang membedakannya.




09 April 2014

Mana Partai dengan Tagline Menarik?



PDIP mengusung dua kata deskriptif:  “Indonesia Hebat!”.
Gerindra dengan kalimat imperatif plus provokatif: “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?”
Sementara Nasdem lebih bersifat spesifik: “Restorasi Perubahan”.

Sejujurnya, saya bingung menentukan pilihan, partai mana yang akan mendapat tempat istimewa di hati saya sehingga dengan kesadaran penuh dan kesungguhan hati saya memberikan suara saya kepadanya. Dan sejujurnya lagi, saban pemilu berlangsung, sebagian besar masyarakat hampir selalu dilanda kebingungan tentang siapa calon wakil rakyat yang dapat dipilihnya. Jadi akhirnya, saya ke TPS untuk senang-senang, memberi suara dengan “kemurahan hati”, tanpa ada embel-embel moral, nasionalisme dan rasa tanggungjawab. Dan kalau sampai seseorang berkeputusan untuk tidak memberikan suaranya atau menggunakan hak pilihnya, --dengan sikon seperti ini--menurut saya, bukan berarti dia tidak bermoral, tidak nasionalis dan tidak bertanggungjawab.

Dari sekian bullet point yang saya susun, akhirnya saya menyempitkan kategorinya pada “partai dengan tagline menarik”. Boleh dibilang ini sih suka-suka saya. Mau bagaimana lagi coba, di tengah-tengah tidak ada yang murni...

PDIP? Kadang-kadang "cucur" juga.
Ada calegnya, saya tahu dia majelis di gereja. Tapi foto di posternya (yang besar-besar itu) seperti sengaja pakai kerudung sampai hampir setengah berjilbab. Kalau berkerudung dalam konteks budaya, sih sah-sah saja. Tapi yang ini terkesan seperti hanya untuk menarik simpati masyarakat di wilayahnya yang sebagian besar non kristen. Wah, agama jangan dijadikan alat politik, dong, bu...

Gerindra? Sayang sekali, pemimpinnya yang berkuda ini, di “menit-menit“ terakhir tidak dapat menguasai diri, banyak bicara dan justru memberi umpan-umpan buruk terhadap komunikasi politiknya. Padahal, kalau sedikit saja bisa menjaga sikap hati, publik pasti (lebih) menaruh simpati. Apalagi kalau bisa seperti Pak Ahok yang galak-galak sedap. Wohoo...

Nasdem? Well, Mr. Brewok, il est un bon orateur. Dan saya cukup senang, karena Pak Akbar Faisal ada di sana.

Soal strategi? Ketiganya sama saja. Tukang ojek langganan saya dapat voucer sembako dari ketiga partai di atas plus uang 50 ribu. Lumayan lho, sebulan bisa dapat 3-5 kantung kresek besar berisi keperluan dapur rumahnya. Kapan lagi belanjaan dapur dapat 'diskonan'? Realistis saja. Jadi jangan salahkan masyarakatnya yang masih “bodoh” dalam memilih karena calon wakil-wakilnya juga terus membodohi. Segala wawasan yang diberitakan di televisi dan bincang-bincang intelek, seruan untuk memilih dengan cerdas, belum ada efeknya terutama untuk banyak masyarakat yang tinggal di gang-gang sempit.

Jadi, saya pilih dari sisi kreatif dalam mendeskripsikan brand.

Kalau ketiga tagline di atas digabung, bunyinya:
"Untuk Indonesia Hebat, mutlak restorasi perubahan! Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi?" 

Atau dibalik susunannya:
"Restorasi perubahan untuk Indonesia Hebat! Kalau bukan kita, siapa lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi?"

Mungkinkah ketiganya berkoalisi? 

Diatas semua itu, kiranya Nusantara Berdaya Berjaya Selamanya!
Sekalipun terbesit tanya akankah..kapankah kita menuju ke sana?
"Sekarang. Sekarang." Kata Bu Mega di televisi.




#Pemilu Legislatif 2014

19 Maret 2014

Tagline


"tagline; jauh melebihi kata-kata, sejauh pikiran dapat melihatnya"
picture: spellbrand.com























Tag, dalam kamus Bahasa Inggris (di handphone android saya) diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai label. Sementara line, diterjemahkan sebagai merek.

Eric Swartz, penulis dan ahli brand mendefinisikan tagline sebagai susunan kata yang ringkas, yang diletakkan mendampingi logo dan mengandung pesan brand yang kuat yang ditujukan kepada audience tertentu.

Jelas, bahwa tagline (dikenal juga dengan sebutan slogan atau motto) merupakan salah satu elemen penting bahkan terkuat dari sebuah brand, karena tagline mewakili karakter, personalitas, keunggulan, bahkan "roh" yang melekat pada brand untuk membuatnya "bernyawa".  Karenanya, menciptakan tagline, atau elemen apa pun dalam sebuah brand memerlukan juga “kejelian” nurani (bahasa jiwa) di luar urusan art and taste, dan lain-lainnya. Mengapa? Ya tentu, karena tagline bukan sekadar motto-mottoan atau slogan yang enak didengar dan diucapkan, spesifik, dan sarat makna, namun karena dalam kalimat yang ringkas itu mengandung “nyawa dan bawaan” tentang perilaku dan positioning brand itu sendiri. Tagline melekat setiap saat, dari waktu ke waktu, sepanjang usia brand.

Sebetulnya, tagline juga berfungsi sebagai "magnit" yang bertujuan untuk memberi atau meciptakan daya tarik brand, sekaligus keputusan membeli calon konsumen, dengan terlebih dahulu memengaruhi aspek asertif (emosi dan rasa) dan psikis (imaginasi) untuk mendorong calon konsumen memasuki pengalaman baru. Singkatnya, kata-kata untuk menguatkan tindakan atau keputusan. 

Sama halnya seperti istilah like father like son. Tagline juga menurunkan karakter brand, dan menguatkan identitasnya di benak publik. Jadi, urusan menyusun, kata-kata memang bukan perkara mudah karena salah-salah, bisa membawa petaka. Ada seorang bijak menulis, hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. Ini seperti yang diyakini banyak orang, bahwa ada kuasa di dalam kata-kata. Sama artinya dengan mempercayai bahwa ucapan adalah doa. Bukankah ketika membaca tagline kita juga mengucapkannya? 

Tagline jauh melebihi kata-kata, sejauh pikiran dapat melihatnya.

There are no bad words... only bad deeds, kata Philip Kaufman.



15 November 2013

Personal Branding

Dipilih karena apa?


Soekarno
Pengajar Bahasa Perancis saya pernah bilang, kalau kamu berjalan-jalan di Champs-Élysées di kota Paris, atau di jalan-jalan terkenal di sana, dan menggunakan peci hitam, kamu akan disapa, “Allo, Monsieur Soekarno!” Begitulah Pak Karno dikenal oleh orang Eropa. Keunikan Bung Karno dengan peci hitamnya ternyata telah mendunia. Dan lebih dari itu, kita, sebagai bangsa Indonesia pun mengenalnya lebih dari sekadar peci hitam yang digunakannya. Kita menyebutnya; Sang Proklamator, Pendiri Bangsa, Pemikir Kebangsaan, Peletak batu pertama berdirinya rumah Indonesia. Kharismanya masih menyertai perjalanan bangsa Indonesia sampai hari ini.

Soeharto
Populer dengan panggilan Pak Harto. “Mr. Klompencapir”. Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa, pertemuan rutin yang mengumpulkan petani dan nelayan Indonesia merupakan gagasannya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang mendengar. Pada jamannya, Indonesia mencapai swasembada pangan dan menjadi pengekspor beras terbesar di dunia. “Ini merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya. Pak Harto adalah pemikir strategis.

Abdurrahman Wahid
Kita mengenalnya dengan panggilan Gus Dur. 
“Mr. Kontroversi” ini, ―karena setiap sikap dan ucapannya menimbulkan kontroversi―dikenal sebagai pecinta perbedaan dan pluralis. Di kepemimpinannya, budaya yang berbeda mendapatkan tempat. Ia menjadikan Imlek bagian dari kebudayaan yang dirayakan juga di Indonesia. Pemimpin yang suka berpikir sederhana, gamblang, dan terbuka ini memelekkan mata kita bahwa Indonesia yang majemuk adalah sebuah keabsolutan.


Laku Menguatkan Personal Branding
Dalam diri kita, pada dasarnya melekat personal branding; sesuatu yang menampakkan, menjelaskan, jati diri atau keunikan kita sebagai pribadi. Teman saya dijuluki sebagai miss ring-ring karena sangat sering berbicara di telepon genggamnya bahkan ketika kami sedang asyik-asyiknya berkumpul. “Mr. Last Minute” adalah julukan yang pernah diberikan teman-teman dalam tim kepada mantan bos saya, karena permintaan meeting atau instruksinya muncul di menit-menit terakhir jam pulang kantor. Salah satu teman pria saya, saking fashionable-nya, dan suka sekali mencari diskonan kemeja branded, kami menjulukinya “Si PPD” alias pemuda pemburu diskon.

Sebentar lagi Pemilu 2014 digelar. Kita, seluruh bangsa Indonesia bersiap berpartisipasi untuk memilih pemimpin kita, terutama presiden dan wakil presiden. Jaman kita sekarang, tentu berbeda dengan jaman tiga pemimpin terdahulu kita, yang menurut saya paling punya personal branding kuat. Ini era kontemporer. Jadi, siapa pun yang mau maju dalam barisan depan kepemimpinan, harus benar-benar memahami apa yang sesungguhnya (sedang) terjadi di rumah besar bernama Indonesia ini, sehingga sepak terjang, kiprah, ucapan, pemikiran, perilakunya menciptakan sesuatu yang kuat di benak dan mata batin rakyatnya. Dan akhirnya, memimpin rakyat pada tindakan memutuskan, menetapkan dan memilih, kepada satu pribadi yang membuat rakyat yakin, “inilah dia, orangnya!”

Beberapa waktu lalu, kita pernah mendengar tagline “Bersama kita bisa!" Tapi sayang, perjalanan tagline itu telah menambahkan kata buruk di belakangnya, “Bersama kita bisa korupsi” atau malah yang terjadi, “Bersama kita bisa mengeluh”.

Dalam personal branding, konsistensi laku pribadi (pikiran dan tindakan) berbicara lebih kuat ketimbang taglinenya. 




25 Oktober 2013

Pengaruh Brand



Secara awam, brand, atau dalam Bahasa Indonesia disebut merek, dimengerti sebagai bagian dari perusahaan, produk perusahaan, atau nama entitas (objek), baik fisik maupun non fisik. Banyak juga yang mengaitkannya dengan pemasaran, bisnis, periklanan, penjualan, promosi, komunikasi, atau sesuatu yang berasosiasi dengan organisasi, konsumen, perilaku konsumen, ikatan emosi, sehingga definisi, pemahaman maupun konteksnya menjadi sangat luas tergantung dari sudut pandang dan pengalaman (mata, rasa, emosi) masing-masing orang. Pandangan orang iklan mengenai brand tentu berbeda dengan pandangan orang HRD. Jadi menurut saya, tidak ada definisi yang baku mengenai brand, terutama karena sekarang segala sesuatunya menjadi kian dinamis.

Dalam sebuah kitab kuno ditulis, bahwa pengetahuan akan semakin bertambah. Pemahahaman ini semakin menemui penggenapannya dengan kemunculan Twitter dan Youtube.  Banyak hasil riset dari berbagai disiplin ilmu dirilis melalui media sosial tersebut. Saya memandang brand-brand ini sebagai daya pikir dan kreativitas yang mengejewantah, yang paling berpengaruh bukan hanya dalam industri dotcom tapi juga bagi peradaban dunia saat ini.  Saya menamai-nya era “memuja ego”.  Industri “memanjakan ego”. Karenanya, pengaruh brand itu sendiri bisa negatif, bisa juga positif. Publik akan secara langsung menghakimi brand-nya, bukan lagi muatannya. Akumulasi --pengaruhnya-- bergantung pada seberapa kuat brand tersebut dapat ditangkap oleh sistem sensorik kita; oleh mata, telinga, rasa (fisik/non fisik), dan benak kita.

Sejak www muncul sebagai pintu, padu padan dahsyat teknologi dan globalisasi ini bukan hanya menyusup ke semua lini kehidupan, tetapi juga mengubah partikel terkecil dari dunia ini,--diri kita sendiri-- sampai ke suatu kelompok besar manusia yang menyebut dirinya bangsa. Apa yang baru-baru ini terjadi di Yunani dan Mesir menjadi kenyataan yang memperkuat itu, bahwa kotak online kecil bernama Twitter bisa menjadi pemicu bagi sebuah kegerakan besar yang memengaruhi sistem sebuah negara!

Broadcast Yourself yang menjadi kredo Youtube, bukan saja mendefinisikan kegunaannya, namun lebih dari itu, dua kata tersebut justru semakin menancapkan eksistensi dan mengokohkan pengaruh brand yang menyertainya, karena setiap orang yang menggunakan brand tersebut otomatis menjadi agen pengaruh dari brand itu sendiri. Pengaruh di dalam pengaruh yang saling memengaruhi. Sehingga kata “self” nya menjadi lebih luas sekarang, bukan hanya ditujukan untuk perorangan/individu tetapi juga organisasi dengan begitu banyak brand yang dibawanya. Muatannya bukan cuma sesuatu yang akan membuat orang jadi terkenal dalam hitungan detik, dari sensasi hingga seni, keuangan hingga lingkungan, berita, edukasi, pengetahuan, hingga segala sesuatu yang melibatkan proses; proses pembuatan, proses kerja, proses bisnis, dan banyak lagi. Mencakup begitu banyak disiplin ilmu.

Hampir semua brand ternama dunia diciptakan dengan sebuah nilai (value). Proses penciptaannya merupakan adukan dari tujuan, kegunaan, jangkauan―tentang bagaimana brand bisa wara-wiri dan “terlihat” di jagat maya maupun nyata― visi-misi global, emosi, estetika, etika, filosofi dan sebagainya, sehingga siapa pun yang meniru atau mendompleng tidak akan pernah menjadi bagian dari adukan yang bernilai dan orisinal itu. 
Value has a value only if its value is valued, kata Bryan Dyson, CEO Coca-Cola.

Apa brand Anda? Pengaruhnya?



22 Juni 2013

Kekuatan Akronim dan "Citarasa" Brand

(pe) nama (an) adalah kunci
brandhub.com
















FAKTA:
Kata yang terdiri dari EMPAT huruf bermakna, menjadi lebih mudah dikenali dibandingkan dengan yang tidak memiliki makna, bahkan jika dibandingkan dengan satu huruf tunggal 
Reicher (1969), Word Superiority Effect, Psikologi Kognitif

Reicher melakukan penelitiannya terhadap kata "word", "work", "walk".

Perhatikan ini.

Gibas!
(Ini sering serentak menggema di GBK saat pertandingan akbar berlangsung. Gilas abis lawan! Sikat!)
Lebay, alay, cupu, cemen, kepo.
(Ini adalah istilah-istilah yang biasa dipakai dalam pergaulan kaum muda urban).

Jupe, Depe, Loba, Jlo.
(Julia Perez, Dewi Persik, Laura Basuki, Jennifer Lopez).

Sency, Detos, Citos, Koka, Ambas, Pasfes, Jiffes
(Senayan City, Depok Town Square, Cilandak Town Square, Kota Kasablanca, Ambassador, Pasar Festival, Jakarta Film Festival).

Sensi (Selebriti dan Sensasi-Kompas TV), Kisel (Kisah Selebriti-Trans7)

Adidas, Acer, Apple, Aqua, Honda, Intel, Kodak, Nikon, Nokia, Samsung, Sony, Sevel, ...

Kudapan (Sekolah Kuliner Dapur Nusantara) unit bisnis BNI bersama Djarum Foundation; Melesat (produk dari Sisindosat), dan banyak lagi, juga program-program musik di radio Gen FM, yang seringkali menggunakan akronim.

Indra audivisual kita akrab dengan sebutan-sebutan pendek yang menarik tapi juga mudah diingat.

Di antara banyak nama brand, bisa saja itu adalah rumah makan atau tenda makan favorit Anda, kedai kopi, tempat Anda nongkrong sepulang kerja atau kongkow di akhir pekan. Atau bisa juga itu adalah camilan yang Anda makan sebagai teman nonton teve atau DVD. Atau mungkin juga softdrink kesukaan Anda. Saya tidak akan menyebutkan lebih banyak lagi brand dengan nama unik, yang terdiri dari dua suku kata atau empat huruf bermakna, yang populer, diingat dan diketahui publik, karena daftarnya pasti akan panjang. Bahkan di twitterland juga terdapat jutaan username unik yang sengaja dipakai, atau diciptakan oleh pemilik akunnya, entah itu bertujuan atau hanya sekadar iseng.

Dalam dunia branding, baik produk maupun personal, penamaan memiliki pengaruh yang sangat kuat karena fungsinya yang menentukan citra produk, citra merek (brand image) mula-mula di benak publik, sekaligus menjadi identitas organisasi maupun personal. Dan untuk tujuan jangka panjang, sebuah nama turut menentukan keberhasilan penjualan.

Penamaan untuk sebuah brand terdiri dari banyak jenis. Itu bisa menggunakan nama pendirinya,  bisa juga menggambarkan bidang usahanya, sepenuhnya diciptakan tanpa makna tertentu, atau bisa dari benda, bahasa, hewan, tumbuhan, tempat, tokoh, kombinasi atau singkatan. Yang pasti, itu harus unik, orisinil, otentik, positif, singkat, mudah ditulis dan diucapkan, dan bisa diterima oleh kelima indra (mata, telinga, hidung, lidah, kulit). Tiga yang terakhir, terutama jika itu berkaitan dengan produk makanan, minuman, atau kecantikan.

Pernah suatu kali, ketika saya melewati jalur pantura, saya lupa tepatnya di mana, tapi saya ingat betul, ada sebuah restoran di pinggir jalan yang cukup besar, dengan papan nama terbaca “Pagina”. Mengingat kebanyakan orang sunda sulit menyebut huruf “F” atau “V”, bisa dibayangkan apa artinya itu. (Hehe!) Jangan dibayangkan apa yang tersaji――tak usah dibahas. Penamaan juga sebaiknya tidak menimbulkan ambiguitas makna yang bisa dikonotasikan "negatif", atau "saru" seperti misalnya nama kedai makan "Lele Luenak." 

Nah, itu berarti perbedaan satu huruf saja dalam nama sangat berpengaruh kuat dalam menciptakan citra merek (brand image). Karena itu bisa berarti keuntungan atau kerugian besar bagi keseluruhan entitasnya (objeknya), apakah itu organisasi, produk dan jasa, personal, tempat, dll.

Jadi, lakukan riset mendalam, pelajari linguistik, semiotik, semantik, bunyi, diferensiasi dengan yang lain, apa pun yang diperlukan, jika Anda akan menciptakan sebuah nama. Karena penamaan berarti menunjukkan citarasa pembuatnya, pemiliknya dan..pengucapannya tentu saja. Dan mengapa ini penting. Apa kata Scott Milano dari Verbal Identity tentang penamaan.
http://pingmag.jp/2007/02/23/verbal-identity

Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun untuk kota Jakarta yang ke-486. Logonya bagus, warnanya seperti ingin mewakili spirit perubahan dan harmoni. Gambar monasnya yang menyatu dengan angka empat lebih mirip lilin yang menyala. Yaa, semoga cahayanya nggak habis-habis buat  JBJK. Jakarta Baru Jakarta Kita. (www.ahok.org)


Salam JoBas!!
Jokowi-Basuki maksudnya…






30 April 2013

Dari Kincir Angin ke Kincir Gandum


Perusahaan itu bagaikan manusia. Mereka memiliki karakter pribadi, budaya dan prinsip-prinsip. Namun bagi banyak orang, mereka terlihat dingin (kaku) dan tidak berkepribadian. Tanpa tanda-tanda kehidupan. Identitas visual membantu membuat mereka lebih manusiawi, dengan memberinya ‘wajah’ dan kepribadian dalam bentuk sebuah logo. ―Veronica Napoles, dalam buku Corporate Identity Design


Perusahaan roti Holland Bakery (PT Mustika Citra Rasa, berdiri tahun 1978) berganti logo. Itu meliputi semua elemennya; warna, tipografi, dan gambar. Sejak kapan tepatnya, saya tidak tahu. Tapi di awal bulan ini ketika teman membawakan saya roti buatan rumah roti ini, bungkusnya sudah berbeda. Apa pasal? Pastinya, perusahaan ini punya jawaban untuk pertanyaan itu. Sayangnya, tidak ada keterangan atau ulasan mengenai pergantian ini di situs perusahaan.  Kalau dari kaca mata awam saya, mungkin relevansitas menjadi salah satu alasannya. Dari sesuatu yang Holland banget (bunga tulip), menjadi sesuatu yang Indonesia banget (padi atau bulir gandum yang dikomposisikan sedemikian rupa, sehingga mirip motif  kain batik). Karena logo adalah salah satu identitas organisasi yang (harus) mudah dikenali, jadi mengubah logo merupakan hal yang lumrah dilakukan, terutama dalam dunia pemasaran, merek dagang dan periklanan. Banyak perusahaan memiliki daftar riwayat logo dari tahun ke tahun, contohnya Starbucks, Gramedia, FujiFilm.


logo baru









logo lama











Warna
Penelitian yang dilakukan Institute for Color Research di Amerika mengungkap, bahwa seseorang dapat mengambil keputusan terhadap orang lain, lingkungan maupun produk dalam waktu hanya 90 detik saja. Dan keputusan tersebut 90 persen didasari oleh warna. Universitas of Loyola, Chicago, Amerika juga menambahkan, warna berkontribusi dalam meningkatkan pengenalan akan brand sebanyak 80 persen. 

http://www.colorcom.com/research/why-color-matters

Warna lama Holland Bakery didominasi dengan putih dan ungu muda yang lembut, dengan bunga tulip di atas kardus atau bungkusnya. Permukaan kardusnya juga cenderung licin. Semuanya terkesan bersih (clean). Ungu mewakili kerajaan, karena pemerintahan Belanda adalah sebuah kerajaan.

Sementara warna baru didominasi dengan teracota (merah kecoklatan, atau coklat kemerahan) juga warna merah dan biru, seperti warna SBY dan Obama.  Warna merah kecoklatan mewakili alam, makhluk hidup, kesuburan, desa, tradisi, tanah, selera makan, sehat, ketergantungan dan persahabatan. Pada logo, bulir gandumnya berwarna putih, pada kardus pembungkus, bulir gandumnya berwarna teracota (kecoklatan) dan putih pudar, pada produk yang lain seperti mug, bulir gandumnya berwarna merah dan biru.  



atas: letter marks lama
bawah: letter marks baru























Tipografi
Jenis huruf pada logo (letter marks) dan nama brand juga berubah.  Pada letter marks lama huruf yang digunakan tampak bulat-bulat, terlihat pada bentuk dan komposisinya, juga terkesan ramah. Sementara pada letter marks baru memakai huruf semi formal yang cenderung bercorak dan memiliki ekor kecil di setiap ujung hurufnya. Ini mungkin masuk dalam kelompok Century, Bell MT, Bodoni MT, atau Times New Roman dengan sedikit modifikasi.


elemen gambar pada logo baru Holland Bakery
www.hollandbakery.co.id


Elemen Gambar
Gambar bunga tulip berwarna ungu muda tidak lagi digunakan. Artworks dalam kemasan produk diganti dengan gambar bulir gandum yang gemuk-gemuk. Ada delapan bulir gandum yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga membentuk lingkaran yang mirip bunga matahari. Sebelumnya, pada logo lama, gambar sepuluh bulir gandum, lima di sisi kanan dan lima di sisi kiri kincir angin, terletak agak di bagian bawah.

Pada logo baru, gambar yang dimasukan adalah empat bulir gandum yang gemuk-gemuk dan subur berwarna putih, menggantikan gambar kincir angin, lalu dibingkai dengan warna putih dan biru. Sementara gambar bangunan kincirnya tetap dipertahankan meskipun disisakan sedikit. Mungkin untuk mengingat asal muasal kelahiran brand ini. Jadi, kincir gandum dalam bingkai warna putih dan biru. Biru mewakili kelanggengan, harmoni, percaya, damai,  tenang, kesetiaan, dan bumi. Sila lihat di situsnya www.hollandbakery.co.id

Filosofisnya mungkin lebih kepada ingin menonjolkan karakter yang lebih mengindonesia. Termasuk juga dalam penggunaan bahan bakunya. Yang pasti, terbacanya menjadi kincir gandum! Kami mengolah gandum! Soal rasa, apakah (masih) Teratas Karena Kualitas? Kredo atau taglinenya sih terbaca demikian, tapi pengukurannya tergantung selera orang. Sangat subyektif. Apalagi sekarang banyak banget toko roti dan koki yang jago bikin roti. Jadi lebih cantikkah? Itu juga soal selera.

Catatan: Logo lama masih terpasang sebagai foto profilenya. Jadi, penggunaan logo baru belum diterapkan serentak dan kompak di semua alat promosi. Tweet terakhir tercatat pada Desember 2010. Apabila konsisten, tentu banyak sekali yang bisa ditweet sebagai informasi dan promosi. 




01 Desember 2012

Dahsyatnya (Kekuatan) Moral Brand



Ariel NOAH kembali ke panggung musik dan tetap dicintai.
(Musiknya, kejujurannya, rasa humanisnya yang tertuang dalam buku Kisah Lainnya mengubah dan menggiring sudut pandang dan persepsi publik terhadap dirinya ke “saat ini”, bukan ke “saat itu”).

Jokowi jujur, sederhana dan pro rakyat.
(Publik memandangnya “yang ini beda”. Karena dia memang benar-benar berbeda dari banyak calon yang ada pada ajang pilkada Jakarta. Dan itu mengantarnya ke kursi gubernur ibukota).

Obama luwes berdiplomasi.
(Satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang berasal dari ras yang berbeda. Keluwesannya berdiplomasi dengan Dunia Islam menyedot banyak simpati. Dan ia terpilih kembali, meskipun sebenarnya ia "dituntut" untuk tetap mesra dengan Israel).

Dahlan Iskan berani dan frontal.
(Ia menguak barisan dan merepresentasikan: “menteri seharusnya begini”. Itu membuatnya populer).

Mahfud MD mencintai hukum.
(Seperti oasis di dunia hukum tanah air yang mati suri. Publik percaya padanya).

Nadya Hutagalung konsisten perkataan dan lakunya.
(Selebriti dunia yang menjadi icon untuk kesederhanaan adalah kekuatan. WWF memilihnya menjadi duta lingkungan hidup).

Aburizal Bakrie berasosiasi dengan lumpur Lapindo.
(Dinasti Bakrie, Golkar, Capres dan Lapindo. Publik serta-merta mengingat dan mencatat kaitan ini).


Memang terdengar tak logis dan sangat relatif, tapi intinya, merek moral (moral brand) bisa menjadi suatu kekuatan dahsyat yang membuat sebuah merek (produk atau personal) dipercakapkan, menjadi “pemimpin opini”, dan "idola" dalam pertarungan memenangkan pasar dan hati publik. 

Intisarinya adalah sajikan produk “kebenaran”. Bukan citra palsu atau yang dibuat-buat. Karena yang palsu, jika itu menyangkut personal brand atau institusi yang diwakili oleh pribadi, yang bersangkutan otomatis menjadi olok-olok publik. Dan jika itu produk, produk tersebut menjadi celaan yang merusak reputasi organisasi.

Mungkin, strategi pemasaran kini memang mau tak mau harus mengalami pergeseran, di tengah kenyataan bahwa publik menginginkan sesuatu yang berbeda, jujur, dan bahwa pada akhirnya hati umat manusia telah menjadi muak dengan kepalsuan. Portfolio produk (barang atau pun personal) bukan lagi menyasar demografi atau gaya hidup, tetapi lebih dimotivasi pada apakah itu “baik”, “buruk” dan bersandar pada suasana hati konsumen atau publik. Terlebih lagi, media sosial terutama twitter, menjadi salah satu perwujudan atas kekuasaan publik yang memiliki kekuatan untuk mengungkapkan representasi palsu dan perlakukan buruk. 

Pengalaman “baik”, “buruk”, “jahat”, “benar”, “salah”, “merugikan”, “menyenangkan” yang dialami konsumen atau publik terhadap suatu produk barang atau personal menjadi argumen yang tidak dapat dibantah. Apa yang dikatakan orang tentang sesuatu atau seseorang, pada akhirnya menjadi sesuatu yang memengaruhi konsumen atau publik ketika memutuskan untuk membeli atau memilih. Dan akhirnya, loyalitas pelanggan atau publik menjadi konsisten “hanya jika” merek juga konsisten dengan bawaan (pesan) moralnya.

Mungkin Apple bisa menjadi contoh konkrit. Selain bentuk buah apelnya yang menggoda, perangkatnya yang menyihir juga selalu konsisten menggoda. Pernah dengar Apple dicaci maki oleh konsumennya? 

Lalu ada Mahatma Gandhi. Evita Peron, dan Soekarno yang menjadi icon Indonesia. Pernah lihat pemimpin yang dekat dengan rakyatnya ditinggalkan? 

Intinya, jangan bo’ong.
Produk Anda adalah pesan Anda. Dan pesan Anda adalah diri Anda.