PDIP mengusung dua kata deskriptif: “Indonesia Hebat!”.
Gerindra dengan kalimat imperatif plus provokatif: “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?”
Sementara Nasdem lebih bersifat spesifik: “Restorasi Perubahan”.
Gerindra dengan kalimat imperatif plus provokatif: “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?”
Sementara Nasdem lebih bersifat spesifik: “Restorasi Perubahan”.
Sejujurnya, saya bingung
menentukan pilihan, partai mana yang akan mendapat tempat istimewa di hati saya
sehingga dengan kesadaran penuh dan kesungguhan hati saya memberikan
suara saya kepadanya. Dan sejujurnya lagi, saban pemilu berlangsung, sebagian
besar masyarakat hampir selalu dilanda kebingungan tentang siapa calon wakil rakyat yang dapat dipilihnya. Jadi akhirnya, saya ke TPS untuk senang-senang, memberi
suara dengan “kemurahan hati”, tanpa ada embel-embel moral, nasionalisme dan
rasa tanggungjawab. Dan kalau sampai seseorang berkeputusan untuk tidak memberikan suaranya atau menggunakan hak pilihnya, --dengan sikon seperti ini--menurut saya, bukan berarti dia tidak bermoral, tidak nasionalis dan tidak bertanggungjawab.
Dari sekian bullet point yang saya susun, akhirnya saya menyempitkan
kategorinya pada “partai dengan tagline menarik”. Boleh dibilang ini sih
suka-suka saya. Mau bagaimana lagi coba, di tengah-tengah tidak ada yang murni...
PDIP? Kadang-kadang "cucur" juga.
Ada calegnya, saya tahu dia
majelis di gereja. Tapi foto di posternya (yang besar-besar itu) seperti sengaja pakai kerudung sampai hampir setengah berjilbab. Kalau berkerudung dalam konteks budaya,
sih sah-sah saja. Tapi yang ini terkesan seperti hanya untuk menarik simpati
masyarakat di wilayahnya yang sebagian besar non kristen. Wah, agama jangan
dijadikan alat politik, dong, bu...
Gerindra? Sayang sekali, pemimpinnya yang berkuda ini, di “menit-menit“ terakhir tidak dapat menguasai diri, banyak bicara dan justru memberi umpan-umpan buruk terhadap komunikasi politiknya. Padahal, kalau sedikit saja bisa menjaga sikap hati, publik pasti (lebih) menaruh simpati. Apalagi kalau bisa seperti Pak Ahok yang galak-galak sedap. Wohoo...
Nasdem? Well, Mr. Brewok, il est un bon orateur. Dan saya cukup
senang, karena Pak Akbar Faisal ada di sana.
Soal strategi? Ketiganya sama saja.
Tukang ojek langganan saya dapat voucer sembako dari ketiga partai di atas plus
uang 50 ribu. Lumayan lho, sebulan bisa dapat 3-5 kantung kresek besar berisi
keperluan dapur rumahnya. Kapan lagi belanjaan dapur dapat 'diskonan'?
Realistis saja. Jadi jangan salahkan masyarakatnya yang masih “bodoh” dalam
memilih karena calon wakil-wakilnya juga terus membodohi. Segala wawasan yang
diberitakan di televisi dan bincang-bincang intelek, seruan untuk memilih dengan
cerdas, belum ada efeknya terutama untuk banyak masyarakat yang tinggal di
gang-gang sempit.
Jadi, saya pilih dari sisi kreatif dalam mendeskripsikan brand.
Kalau ketiga tagline di atas digabung, bunyinya:
"Untuk Indonesia Hebat, mutlak restorasi perubahan! Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi?"
Atau dibalik susunannya:
"Restorasi perubahan untuk Indonesia Hebat! Kalau bukan kita, siapa lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi?"
Mungkinkah ketiganya berkoalisi?
Diatas semua itu, kiranya Nusantara Berdaya Berjaya Selamanya!
Sekalipun terbesit tanya akankah..kapankah kita menuju ke sana?
"Sekarang. Sekarang." Kata Bu Mega di televisi.
Diatas semua itu, kiranya Nusantara Berdaya Berjaya Selamanya!
Sekalipun terbesit tanya akankah..kapankah kita menuju ke sana?
"Sekarang. Sekarang." Kata Bu Mega di televisi.
#Pemilu Legislatif 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar