"tagline; jauh melebihi kata-kata, sejauh pikiran dapat melihatnya" picture: spellbrand.com |
Tag, dalam kamus Bahasa Inggris (di handphone android saya) diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai label. Sementara line, diterjemahkan sebagai merek.
Eric Swartz, penulis dan ahli
brand mendefinisikan tagline sebagai
susunan kata yang ringkas, yang diletakkan mendampingi logo dan mengandung
pesan brand yang kuat yang ditujukan kepada audience
tertentu.
Jelas, bahwa tagline (dikenal juga dengan sebutan slogan atau motto) merupakan salah
satu elemen penting bahkan terkuat dari sebuah brand, karena tagline mewakili
karakter, personalitas, keunggulan, bahkan "roh" yang melekat pada brand untuk
membuatnya "bernyawa". Karenanya, menciptakan
tagline, atau elemen apa pun dalam
sebuah brand memerlukan juga “kejelian” nurani (bahasa jiwa) di luar urusan art and taste, dan lain-lainnya.
Mengapa? Ya tentu, karena tagline
bukan sekadar motto-mottoan atau slogan yang enak didengar dan diucapkan, spesifik, dan sarat makna, namun karena dalam kalimat yang ringkas itu mengandung “nyawa
dan bawaan” tentang perilaku dan positioning
brand itu sendiri. Tagline melekat
setiap saat, dari waktu ke waktu, sepanjang usia brand.
Sebetulnya, tagline juga berfungsi sebagai "magnit" yang bertujuan untuk memberi atau meciptakan daya tarik brand, sekaligus keputusan membeli calon konsumen, dengan terlebih dahulu memengaruhi aspek asertif (emosi dan rasa) dan psikis (imaginasi) untuk mendorong calon konsumen memasuki pengalaman baru. Singkatnya, kata-kata untuk menguatkan tindakan atau keputusan.
Sama halnya seperti istilah like father like son. Tagline juga menurunkan karakter brand, dan menguatkan identitasnya di benak publik. Jadi, urusan menyusun, kata-kata memang bukan perkara mudah karena salah-salah, bisa membawa petaka. Ada seorang bijak menulis, hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. Ini seperti yang diyakini banyak orang, bahwa ada kuasa di dalam kata-kata. Sama artinya dengan mempercayai bahwa ucapan adalah doa. Bukankah ketika membaca tagline kita juga mengucapkannya?
Sama halnya seperti istilah like father like son. Tagline juga menurunkan karakter brand, dan menguatkan identitasnya di benak publik. Jadi, urusan menyusun, kata-kata memang bukan perkara mudah karena salah-salah, bisa membawa petaka. Ada seorang bijak menulis, hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. Ini seperti yang diyakini banyak orang, bahwa ada kuasa di dalam kata-kata. Sama artinya dengan mempercayai bahwa ucapan adalah doa. Bukankah ketika membaca tagline kita juga mengucapkannya?
Tagline jauh melebihi kata-kata, sejauh pikiran dapat melihatnya.
There are no bad words... only bad deeds, kata Philip Kaufman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar