Dipilih karena apa?
Soekarno
Pengajar Bahasa Perancis saya pernah bilang, kalau kamu berjalan-jalan di Champs-Élysées di kota Paris, atau di jalan-jalan terkenal di sana, dan menggunakan peci hitam, kamu akan disapa, “Allo, Monsieur Soekarno!” Begitulah Pak Karno dikenal oleh orang Eropa. Keunikan Bung Karno dengan peci hitamnya ternyata telah mendunia. Dan lebih dari itu, kita, sebagai bangsa Indonesia pun mengenalnya lebih dari sekadar peci hitam yang digunakannya. Kita menyebutnya; Sang Proklamator, Pendiri Bangsa, Pemikir Kebangsaan, Peletak batu pertama berdirinya rumah Indonesia. Kharismanya masih menyertai perjalanan bangsa Indonesia sampai hari ini.
Soeharto
Populer dengan panggilan Pak Harto. “Mr. Klompencapir”. Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa, pertemuan rutin yang mengumpulkan petani dan nelayan Indonesia merupakan gagasannya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang mendengar. Pada jamannya, Indonesia mencapai swasembada pangan dan menjadi pengekspor beras terbesar di dunia. “Ini merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya. Pak Harto adalah pemikir strategis.
Populer dengan panggilan Pak Harto. “Mr. Klompencapir”. Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa, pertemuan rutin yang mengumpulkan petani dan nelayan Indonesia merupakan gagasannya untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin yang mendengar. Pada jamannya, Indonesia mencapai swasembada pangan dan menjadi pengekspor beras terbesar di dunia. “Ini merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya. Pak Harto adalah pemikir strategis.
Abdurrahman Wahid
Kita
mengenalnya dengan panggilan Gus Dur.
“Mr. Kontroversi” ini, ―karena setiap sikap dan ucapannya menimbulkan kontroversi―dikenal sebagai pecinta perbedaan dan pluralis. Di kepemimpinannya, budaya yang berbeda mendapatkan tempat. Ia menjadikan Imlek bagian dari kebudayaan yang dirayakan juga di Indonesia. Pemimpin yang suka berpikir sederhana, gamblang, dan terbuka ini memelekkan mata kita bahwa Indonesia yang majemuk adalah sebuah keabsolutan.
“Mr. Kontroversi” ini, ―karena setiap sikap dan ucapannya menimbulkan kontroversi―dikenal sebagai pecinta perbedaan dan pluralis. Di kepemimpinannya, budaya yang berbeda mendapatkan tempat. Ia menjadikan Imlek bagian dari kebudayaan yang dirayakan juga di Indonesia. Pemimpin yang suka berpikir sederhana, gamblang, dan terbuka ini memelekkan mata kita bahwa Indonesia yang majemuk adalah sebuah keabsolutan.
Laku Menguatkan Personal Branding
Dalam
diri kita, pada dasarnya melekat personal branding; sesuatu yang menampakkan,
menjelaskan, jati diri atau keunikan kita sebagai pribadi. Teman saya dijuluki
sebagai miss ring-ring karena sangat
sering berbicara di telepon genggamnya bahkan ketika kami sedang asyik-asyiknya
berkumpul. “Mr. Last Minute” adalah julukan yang pernah diberikan teman-teman
dalam tim kepada mantan bos saya, karena permintaan meeting atau instruksinya muncul di menit-menit terakhir jam pulang
kantor. Salah satu teman pria saya, saking fashionable-nya,
dan suka sekali mencari diskonan kemeja branded, kami menjulukinya “Si PPD” alias pemuda
pemburu diskon.
Sebentar
lagi Pemilu 2014 digelar. Kita, seluruh bangsa Indonesia bersiap berpartisipasi
untuk memilih pemimpin kita, terutama presiden dan wakil presiden. Jaman kita
sekarang, tentu berbeda dengan jaman tiga pemimpin terdahulu kita, yang menurut
saya paling punya personal branding kuat. Ini era kontemporer. Jadi, siapa pun
yang mau maju dalam barisan depan kepemimpinan, harus benar-benar memahami apa
yang sesungguhnya (sedang) terjadi di rumah besar bernama Indonesia ini,
sehingga sepak terjang, kiprah, ucapan, pemikiran, perilakunya menciptakan
sesuatu yang kuat di benak dan mata batin rakyatnya. Dan akhirnya, memimpin rakyat pada
tindakan memutuskan, menetapkan dan memilih, kepada satu pribadi yang membuat
rakyat yakin, “inilah dia, orangnya!”
Beberapa
waktu lalu, kita pernah mendengar tagline “Bersama kita bisa!" Tapi sayang,
perjalanan tagline itu telah menambahkan kata buruk di belakangnya, “Bersama
kita bisa korupsi” atau malah yang terjadi, “Bersama kita bisa mengeluh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar