10 Juli 2015

(Di Balik) Pesona


Penderitaan terbesar di dunia ini sesungguhnya bukanlah kemiskinan melainkan rasa haus akan penerimaan, mencintai dan dicintai, mengasihi dan dikasihi – Mother Theresa

Kita, pada era ini, age of beauty dibuat takjub dengan betapa cepatnya anak-anak remaja pria maupun wanita, generasi setelah X, bertumbuh dengan sangat cepat secara jasmani; tinggi badan, bentuk tubuh yang aduhai, kulit semulus porcelen dan kecantikan wajah yang semuanya tampak sama; kontemporer, mewakili jamannya. Kita akan senyum-senyum melihat tingkah mereka di banyak ruang publik, pede luar biasa, mengenakan celana gemes dengan t-shirt yang memberi siluet pada dadanya yang padat, kongkow di mal-mal, tertawa cekikikan dan selfie bareng teman-temannya. Pilihan fashion generasi ini juga cenderung sama, dari atas sampai bawah; gaya rambut panjang yang tergerai indah, lengkap dengan poni lempar (polem), riasan pada mata yang dibuat dramatis (bulu mata palsu atau eyeliner tebal yang membentuk mata seperti mata Pocahontas), sepatu flat atau wedges, skinny jins, atau rok tutu, dan tentu (ini nggak boleh ketinggalan) menggenggam smartphone. Preferensi mereka dalam banyak hal; fashion, musik, film, tokoh idola, dan lain-lain, kiblatnya pun sama; western dan k-pop.

Mereka juga punya bahasa atau istilah-istilah tertentu yang dipahami oleh sesamanya, seperti; ngisup untuk pusing (cuma kata yang dibalik pengucapannya), baper (bawa perasaan, istilah untuk terlalu sensitif), dan lain-lain.

Kemampuan mereka dalam menyerap teknologi dan aplikasi baru yang menempel di smartphone pun, wow..! Dan gak perlu heran kalau mereka juga punya lebih dari satu akun medsos, bahkan dua yang paling wajib punya, yakni instagram dan twitter. Dan melalui itu, mereka dapat menjadi idola, selebriti atau orang terkenal di dunia maya dengan ukurannya adalah jumlah pengikut (follower) dan penyuka (likers) yang mereka miliki. 

Pilihan aktivitas dan tempat liburannya pun berbeda. “Ke luar negeri” menjadi orientasi dan pilihan utama yang dianggap lebih keren, ketimbang ke desa, “mengenal” petani untuk mengetahui tentang bagaimana para petani dan penghuni desa memenuhi sarana-sarana kehidupan masyarakat kota.

Tidak ada yang salah dengan ini semua. Tidak ada yang salah dengan generasi ini, sampai kita dapat melihat dan menyadari kemana arah dan tujuannya bergerak. Tidak jarang, semua produk jaman yang diserap tidak lain tidak bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan penerimaan semata. Oleh karenanya, ketika mereka menyerap semua pesona jaman ini hanya untuk memenuhi dan memperkaya aspek lahiriah ―agar bisa diterima oleh kelompoknya― aspek batiniah menjadi menciut mengecil. Tebal di luar, tipis di dalam. Tampak wah di luar, kopong di dalam. Lemah, dengan karakter ringkih. Dan manifestasinya pun beragam; jadi cabe-cabean, jadi pacar sewaan (kalau dibayar mahal bisa digrepe-grepe), gaya hidup hedon, materialistik, ingin punya banyak tetapi memberi sedikit, pecandu narkoba, pemberontak orang tua, kriminal jalanan, tak kuat dibully dan memilih bunuh diri.

Apakah demikian kesimpulannya di balik pesona yang kita lihat ini? Tidak juga. Tentu sangat tidak bijaksana jika kita menyimpulkan bahwa anak-anak sekarang sangat miskin dalam olah rasa dan olah batin sehingga karakter mereka pun tidak seindah fisik mereka.

Baik di dalam maupun di luar frame tentang keindahan dan pesona, banyak dari generasi ini yang muncul sebagai pionir-pionir muda bagi bangsanya, menjadi inspirasi yang menyentuh banyak kehidupan sekitar, dan berkiprah dalam bidang-bidang yang prospektif di masa depan.

Sebelum menghakimi lebih jauh tentang pesona mereka dan jamannya, mari kita memberi pandangan positif terhadap kehidupan, bahwa tak jarang, justru merekalah salah satu alasan bagi penemuan-penemuan dan penelitian baru diciptakan, kini dan di masa datang yang mendekatkan manusia pada konsep “keabadian”; cantik lebih lama, muda lebih lama, sehat lebih lama, dicintai lebih lama, hidup lebih lama, dan diterima seutuhnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar