04 September 2013

VONIS



the law is the public conscience ~ Thomas Hobbes
gambar: jakarta.okezone.com

















Hari ini, 4 September diperingati sebagai Hari Pelanggan Nasional.
Pelanggan.
Banyak sudut pandang mengenai definisi pelanggan, tergantung dari bentuk hubungan yang mengikat dan memaknainya. Itu bisa berarti, orang yang memberikan pandangan terhadap baik buruknya pelayanan, bisa juga orang yang menjalin hubungan secara tetap dengan pengelola jasa (pelayanan). Dan jargon yang paling populer mengenai pelanggan; pelanggan adalah raja.

Kalau begitu, kita, publik, rakyat biasa atau masyarakat awam ini, bisa dong disebut sebagai pelanggan, karena kita menjalin dan membangun hubungan tetap (bahkan mengikat) dengan suatu pengelola pemerintahan yang kita sebut negara. Jadi kita adalah pelanggan pemerintah RI (yang diwakilkan oleh banyak institusinya) dalam menjalankan pemerintahan di sebuah negara bernama Indonesia.

Baiklah, sebagai pelanggan, tentu kita berhak memberikan penilaian terhadap pelayanan wakil-wakil kita, (abdi-abdi kita) dong. Ya kan? Karena kita sebagai pelanggan juga punya andil dalam bentuk  membayar pajak. Nah, respon pelanggan terhadap kinerja pelayanan di sektor hukum, (dalam konteks yang seluas-luasnya) ternyata mencapai derajat keluhan paling tinggi khususnya di Hari Pelanggan Nasional ini. Pasalnya, vonis hukuman yang dijatuhkan hakim tipikor kepada banyak terdakwa kasus korupsi, termasuk kasus simulator SIM, terlampau ringan. Hanya 10 tahun saja dengan kewajiban denda sebesar 500 juta rupiah. Dan masih akan banding pula. Padahal kasusnya mbleber kemana-mana, sampai media luar negeri juga tahu. Tapi ending-nya? Sangat tidak memuaskan pelanggan dan mengoyak-ngoyakkan rasa keadilan publik.

Apa kata pelanggan tentang itu, di hari pelanggan ini?

Beragam! Bahkan pemirsa televisi dalam acara Editorial Media Indonesia Metro TV (Rabu, 4/9) mengatakan, sudah saatnya diberlakukan hukuman mati bagi koruptor, kalau tidak mau peradilan rakyat turun ke jalan!

Dalam akun twitternya, presenter Metro TV Prita Laura ngetwit: Di Dubai, koruptor wajib kembalikan seluruh kerugian negara dan dipenjara sampai lunas, jika meninggal diteruskan pada ahli waris. Keadilan sederhana.

KPK juga bilang, itu putusan yang belum monumental.

Jelas anti klimaks.

Ini dia kata peneliti UGM:  Pasca reformasi yang bergulir 15 tahun lalu, dari total kerugian negara gara-gara korupsi yang mencapai Rp. 168, 19 triliun sepanjang 2012, hanya Rp. 15,09 triliun (!) yang dikembalikan kepada negara. 

Senyum di Hari Pelanggan untuk pelayanan Hukum? Boro-boro. Yang ada malah kekecewaan dan ketidakpercayaan yang kian memuncak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar