17 Agustus 2013

KASUS


"berani melawan kompromi demi bersihnya negeri"
gambar: tribunnews.com






















Saat Lebaran kemarin, kami bersilaturahmi ke salah seorang kerabat yang merayakannya. Kami menikmati suasana sore, di beranda rumahnya yang asri, adem, dengan secangkir kopi manis hangat, sambil ngobrol ngalor-ngidul soal berita teranyar, mumpung masih panas.  Acara dengar-pendapat ini berlangsung dalam suasana santai, bersama orang-orang sok tahu tentang negeri. Hehehe...Di beranda itu duduk pegawai senior DPR, dosen, mekanik, kepala divisi di bank swasta, wartawan, karyawan pertambangan, sampai pegawai kantoran biasa yang suka nonkrong dengan anak kolong, yang kadang-kadang kecipratan informasi berlabel off the record.

Obrolan dimulai dengan seputar Pemilu 2014 mendatang, yang sudah di ambang pintu tapi belum terlihat siapa yang pas buat jadi RI 1 selanjutnya, kemudian bergulir ke hot issue lainnya.

Gimana nih, deket-deket pemilu, uang dari luar mengalir deras dong masuk ke dalam negeri? Oh, so pasti Om, jumlahnya triliunan. Itu masuknya gimana, ya? Yang pasti nggak pakai jalur resmi. Jalur khususlah. Kayak barang. Sudah tentu (ini disensor) membackingi.  Jatah mereka 8 miliar setiap pengangkutan. Dan mereka nggak mau mematikan mesin helikopternya saat sedang beroperasi. O, gitu. Pantesan kaya-kaya, ya. Di mana biasanya base-camp pengangkutannya? Singapur.

Eh, kasus Irjen Djoko Susilo gimana tuh? Ah, nggak mungkin main sendirilah dia. Pasang badan sendiri itu dia. Nggak mau nyeret-nyeret temannyalah. Nggak mungkin nggak ada yang tahu. Ya emang. Ada 800 lebih aplikasi pembuatan SIM setiap harinya. Dan ada tempat sampah khusus di bawah meja. Ntar petugasnya nyemplungin sesuatu ke tempat sampah itu. Kalo udah penuh, dipindahin ke karung. Minimal berpangkat letnan yang ngangkut tempat sampahnya. He..he..he.  Iya, itu kasus Aiptu Labora juga kemana tuh ujungnya? Nggak kedengeran lagi. Sama juga itu. Nggak mungkin main sendiri. Akan banyak petinggi yang terseret kalo mangap bulat-bulat. Yang heran lagi kasus Freddy Budiman ya! Gila bener itu, masak dalam perjalanan ke NK baru ketahuan ada sabu di celanannya. Payah banget deteksinya. Ah, biasa. Semua bisa diatur. Beneran ke Nusa Kambangan nggak sih tu?

Ya gimana ya, di sini serba ribet sih. Yang parah tuh pendidikannya. Udah mahalnya ampun-ampun, integritas di dunia pendidikan, widiii.. ngeri! Ini pengalaman waktu ke Indonesia Timur, ampun deh, mahasiswa di sana plagiat skripsinya parah. Mereka ke perpustakaan bukan untuk studi literatur tapi untuk menyobek skripsi lama. Sobek bab tiga, sobek bab empat, ck..ck..  Bahkan untuk kenaikan jabatan, misalnya dari guru menjadi kepala sekolah, ada "aturan main" nya. Setiap pengumuman jabatan, ada harganya. Siapa yang nggak cepat ngasih, dia segera tersisih. Dan itu terjadi cuma dalam hitungan jam, dalam jarak waktu pergantian malam ke pagi. Praktik itu sudah berjalan selama puluhan tahun.

Kita ini rusak di segala lini kayaknya. Belum lagi hutan-hutan gundul di Kalimantan. Kayunya dijual semua ke luar. Kekayaan kita dipelorotin terus sama bangsa luar.

Pembicaraan terus mengalir. Saya ikutan nimbrung, sambil menikmati racikan soto buatan tante. Dalam hati, saya masih menyimpan sebuah harapan tentang perubahan Indonesia. Saya berharap akan ada tunas baru yang muncul. Kemarin-kemarin ini, dimulai dari Jakarta, Pak Jokowi dan Basuki sudah seperti Rambo yang bertempur habis-habisan. Mungkin Jakarta memang butuh Rambo. Omong-omong soal banyak kasus di negeri ini yang berakhir masuk file “akbartanjung” (akhirnya bubar tanpa ujung), di dunia ini memang tidak ada negara, bangsa, kerajaan atau pun sistem pemerintahan yang ideal, apalagi sempurna. Semua berjuang membuat atau mungkin merenovasi wajah demokrasi yang sudah bopeng-bopeng nggak karuan. Dan praktek korupsi memperparah itu.

Tapi, Indonesia tetap punya sisi baik. Ini mungkin agak subyektif dan relatif, namun setidaknya, menurut salah satu kerabat kami yang sudah berkelana ke banyak negara di dunia dan mencicipi begitu banyak kuliner manca negara, pulang ke Tanah Air dengan satu kesimpulan; Indonesia tak ada duanya! Indahnya keterlaluan, cita rasa makanannya, sangat variatif tak tertandingi. Di luar, singkong dan pisang bukan apa-apa di pekarangan (di negeri) orang. Tapi di sini, mmm...singkong bisa jadi karipik karuhun yang nendang banget, jantung pisang bisa ditumis atau dirica-rica, dengan nasi putih yang masih ngebul. Mantaps!

Suatu hari, ―saya berdoa, dan tetap melakukan sesuatu dalam kapasitas saya― akan ada saatnya di mana file “akbartanjung” menemui akhirnya. Suatu hari, kita tidak akan lagi mendengar  “aahh, sudah biasa itu..” untuk setumpuk kasus yang seakan-akan menjadi cela kolektif negeri.  Suatu hari, pasti terjadi transformasi mental besar-besaran, suatu hari, ...suatu hari...suatu hari. Setelah obrolan itu, saya jadi teringat perkataan Yesus; "KerajaanKu bukan dari dunia ini." 



#Selamat Lebaran, mohon maaf lahir dan batin kepada bumi pertiwi tercinta, kami bicara sok tahu tentang dikau, dan  selamat panjang umur, dirgahayu negeri, dirgahayu Indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar