Sebuah pohon, di Pantai Ngandong, Gunung Kidul, Yogyakarta. Badan pohonnya memiliki lubang berbentuk "cinta". Pohon ini masih ada sampai sekarang. Foto diambil 23/12/2012/Purnawan Kristanto |
Terlalu banyak doa dan teriakan, serta laporan yang masuk ke hadapan Sang Nissi mengenai rumah maha besar yang memiliki 34 bilik dan pintu, sehingga ia perlu mengutus dua malaikatnya, untuk turun ke bumi dan memeriksanya langsung.
Inilah percakapan dalam penelusuran mereka.
Rumah ini maha besar. Halamannya
indah. Sangat indah. Banyak gunung gagah perkasa di pelatarannya. Dikelilingi
oleh lautan dan daratan elok, serta hasil bumi yang melimpah. Tapi, semuanya
tak terlalu terurus. Ini bilik apa? Kita belum masuk ke biliknya. Baru
halamannya. Tapi ada bilik yang bertugas mengurusi halaman depan rumah yang
maha luas ini bukan? Ya. Bilik pariwisata dan ekonomi kreatif, pembangunan
daerah tertinggal dan perencanaan pembangunan nasional. Tiga bilik? Masih
kurang juga? Apa kerja mereka? Mengadakan kontes putri-putrian. Lalu? Tak
terlalu berpengaruh. Ada putri yang tersandung kasus besar. O, begitu.
Mereka menyenter pintu sebuah
bilik.
Gelap. Ini, arsip tentang bilik
ini. Oh, baru ribut-ribut soal sapi ya? Rasanya, rumah besar ini tak usah lagi
diberi sapi. Bilik apa? Pertanian? Perdagangan?
Lihat, banyak anak negeri
terbelenggu di bilik ini. Salah satu dari malaikat menyorot nama-nama anak yang
tertulis. Bocah perempuan ini tewas di tangan ayahnya sendiri. Kisahnya sampai
ke petinggi negeri. Lantas? Hanya dibicarakan. Tak ada kepastian. Dan
perempuan-perempuan muda ini? Mereka menjual tubuh mereka di situs online.
Selebihnya, menggenapi peran ganda mereka. Bilik apa ini? Pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak.
Bubuk putih berceceran di depan
pintu bilik. Banyak anak muda mati sia-sia karena bubuk putih ini. Ya, ya. Bilik
ini sedang riuh. Mereka sedang bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan rahasia
dengan seorang selebriti muda. Dan itu? Itu profil seorang menteri yang
pengangkatannya ditentang oleh banyak kalangan. Lantas, arsip yang ini? Ini tentang
anak-anak muda belia yang begitu mudahnya mengakhiri hidup. Mereka bunuh diri karena
asmara yang merana. Dua bilik ini berkaitan dengan bilik di sebelahnya. Agama,
sosial, dan urusan kepemudaan dan olahraga. Pendidikan? Termasuk.
Apa ini? Ibukota mereka banjir?
Ya. Sri Paus pun mendoakannya. Kenapa? Sepertinya, tak ada sinergi antara bilik ini
dan itu. Lingkungan hidup? Kehutanan? Tata kelola kota?
Mereka sampai di satu bilik. Bau menyengat
tercium di depan pintunya. Kok baunya seperti ini sih? Amat sangat. Atau salah
satu dari kita kentut? Tidak. Bilik ini memang parah bau dan gelapnya. Panas
terus dan pengap, karena mereka mangap semua. Bicara manis tapi hatinya pahit. Segala yang terjadi di bilik ini, berdampak panjang sampai ke sana.
Ribut-ribut apa sih? Apa yang mereka perebutkan? Tahta. Uang. Bukan nama baik?
Tak pernah. Lalu? Yah, kau bisa lihat kan, apa yang terjadi dengan bilik di
ujung sana yang kutunjuk tadi? Oh, Nissi! Bilik politik dan hukum ini bau
sekali! Ya, membuat bilik kesejahteraan rakyat tak terbangun. Merambat ke semua bilik.
Apa yang musti kita sampaikan
kepada Sang Nissi? Menyedihkan! Ada
cahaya? Masih ada. Banyak anak muda mengusahakannya. Dunia pun angkat topi buat karya-karya mereka yang mumpuni.
Baiklah. Rumah ini dibangun tahun
1945. Sudah 68 tahun umurnya.
Malaikat memberi paraf di bawah
laporan mereka, dan menunggu titah Sang Nissi selanjutnya.
#happy valentine tanah airku,
indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar