http://commons.wikimedia.org. look into the light
|
Pagi masih gelap, dan kota masih lengang ketika aku sampai di sana. Bulan di langit juga masih bulat, memberi efek dramatis pada Jumat Agung ini. Mirip Kota Gotham di film Batman. Jalanan aspal yang diapit pohon-pohon pinus memberi hawa segar bersama kabut tipis yang masih menyebar.
Dia, sudah ada di sana. Menungguku.
Perasaanku ngilu, sedih, seperti
ada sesuatu yang akan lenyap dari antara kami. Kami selalu bersama-sama selama tiga puluh tiga
tahun. Dan ini saatnya kami berpisah. Sebelum kami sampai ke saat itu, ia
akan memberiku sesuatu. Sesuatu yang abadi, katanya. Dan segenap jati diriku
bersiap untuk itu.
Dia pun mulai membuka tentang dirinya..
“Aku berasal dari Kerajaan Terang.
Tapi kini koloniku tinggal sedikit. Aku adalah angkatan yang terakhir. Kami dulu
adalah tawanan Raja Kegelapan. Kami dimasukkan ke dalam penjara yang amat
gelap. Tempat yang sangat kelam di mana tak ada sama sekali cahaya. Demi
mempertahankan kami, raja kami memutuskan untuk melakukan sesuatu yang
mengerikan. Sesuatu yang tidak pernah kami bayangkan bahwa itu adalah
satu-satunya cara untuk membebaskan kami, dan membuat kerajaannya abadi.
Saat itu hanya ada Sang Nissi,
putra tunggal raja yang akan menjadi kurban tebusan kami. Raja Kegelapan
terlalu kuat untuk dikalahkan sehingga hanya Sang Nissilah yang sanggup
menghadapinya. Dan ia rela mati, menukarnya dengan nyawa kami agar kami tetap hidup.
Sang Nissi turun ke dalam Kerajaan Kegelapan. Itu Jumat yang mengerikan. Peristiwa
paling berdarah yang pernah ada dalam sejarah bumi. Kami menyaksikan tubuh Sang
Nissi disiksa dan ditikam, disalib, urat nadinya diputus perlahan sehingga ia
mati pelan-pelan. Darahnya menutupi semua dinding kegelapan, dan kematiannya
yang agung membuat langit menderu hingga menimbulkan gempa yang mengguncangkan
bumi. Semua bahkan menjadi lebih gelap..”
Cerita itu membuat
tulang-tulangku terasa ngilu..
“Pada hari yang ketiga, setelah
kematian Sang Nissi, sebuah cahaya menyeruak masuk dengan dahsyatnya, sehingga saat itu juga terbukalah pintu-pintu
penjara di Negeri Kegelapan. Kami keluar, berhamburan ke udara dengan tubuh
yang menjadi seperti ini. Bercahaya. Dan dengan cahaya itu pula kami kembali ke Negeri Terang. Raja berkata, bahwa putranya, Sang Nissi telah bangkit dari maut
kegelapan, mengalahkan kegelapan itu, dan memecahkan cahaya dalam tubuhnya
untuk berdiam di dalam kami dan dengan cara itulah dia membawa kami pulang.”
Aku takjub!
“Dengan cahaya Sang Nissi di
dalam tubuh kami, raja mengutus kami untuk menyebarkan lebih banyak cahaya
kepada manusia di bumi. Tidak semua dapat menerimanya. Hanya orang-orang
terpilih, dan kau salah satunya. Sekaranglah saatnya, sebelum fajar
menyingsing.”
Tiba-tiba separuh hatiku terasa
hilang. Kami benar-benar akan berpisah di hari ini. Saat ini. Sekarang.
“Pejamkan matamu.” Ia berbisik di
telingaku. Aku memejamkan mataku. Dalam
hitungan detik, aku merasa diriku masuk ke dalam satu dimensi cahaya. Hanya ada
cahaya. Kemudian, cahayanya menyapu bibirku lembut dalam satu gerakan yang
berirama. Dari sudut bibir yang satu sampai ke sudut bibir yang satu. Penuh. Rasanya
seperti tersengat setrum kecil.
“Sudah selesai, bisiknya. Aku
menaruhnya dalam mulutmu.”
Aku membuka mataku, menatap matanya yang
persis di depan mataku, dengan perasaan tak rela kalau ia pergi.
“Aku tidak pergi. Cahaya
penebusanku ada dalam dirimu. Cahaya yang membuatku hidup, harus tetap hidup agar
semua tak meredup.” Ia memberi stempel Kerajaan Terang di atas permukaan kulit
tanganku.
“Tanda ini tidak dapat lenyap.
Kau akan menemukan tanda seperti ini juga pada orang-orang terpilih lainnya. Cahaya
penebusan itu tidak selalu ditaruh di dalam mulut. Mungkin nanti kau akan
mendapatinya di telinga orang-orang terpilih, di mata, di kaki dan tangan agar
semua cahaya itu bersinergi menjadi satu tubuh untuk melawan kegelapan, dan
semua hidup dalam perubahan. Kau akan mengerti maknanya nanti. Lanjutkanlah
cahayaku agar itu abadi, dan kegelapan tidak dapat menguasainya lagi.”
Dia pun lenyap, seiring dengan pagi yang mulai merayap. Namun cahayanya telah di dalamku. Tetap di dalamku. Dan kata-kata dari bibirku takkan pernah sama lagi. Aku pewarta cahaya kini dan nanti.
Dia pun lenyap, seiring dengan pagi yang mulai merayap. Namun cahayanya telah di dalamku. Tetap di dalamku. Dan kata-kata dari bibirku takkan pernah sama lagi. Aku pewarta cahaya kini dan nanti.
#Jumat Agung
Terinspirasi oleh kunang-kunang dan kisah Yesaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar