26 April 2011

Puisi Paskah dari Ulil




















Ia yang rebah, di pangkuan perawan suci, bangkit setelah tiga hari, melawan mati.
Ia yang lemah, menghidupkan harapan yang nyaris punah.
Ia yang maha lemah, jasadnya menanggungkan derita kita.
Ia yang maha lemah, deritanya menaklukkan raja-raja dunia.
Ia yang jatuh cinta pada pagi, setelah dirajam nyeri.
Ia yang tengadah ke langit suci, terbalut kain merah kirmizi: Cintailah aku!

Mereka bertengkar tentang siapa yang mati di palang kayu.
Aku tak tertarik pada debat ahli teologi.
Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku.
Saat aku jumawa dengan imanku, tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu, terus mengingatkanku:
Bahkan Ia pun menderita, bersama yang nista.

Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu --
Mereka semua guru-guruku, yang mengajarku tentang keluasan dunia, dan cinta.
Penyakitmu, wahai kaum beriman:
Kalian mudah puas diri, pongah, jumawa, bagai burung merak.
Kalian gemar menghakimi!
Tubuh yang mengucur darah di kayu itu, bukan burung merak.

Ia mengajar kita, tentang cinta, untuk mereka yang disesatkan dan dinista.
Penderitaan kadang mengajarmu tentang iman yang rendah hati.
Huruf-huruf dalam kitab suci, kerap membuatmu merasa paling suci.
Ya, Yesusmu adalah juga Yesusku.

Ia telah menebusku dari iman yang jumawa dan tinggi hati.
Ia membuatku cinta pada yang dinista!
Semoga Semua Hidup Berbahagia dalam Kasih Tuhan

2 komentar:

  1. amin. semoga bangsa ini damai dalam cinta dan kasih sayang.

    puisi yang.... saya ga tau kata2 apa yang bisa menggambarkan perasaan saya. saya bukan ahli kata2. puisi ini benar2 dalam sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Revisi 30/4/2011 20:23

      Ya, kerap, hal-hal yang bersifat agamawi justru membawa banyak masalah dan bukannya solusi, karena manusia ternyata lebih tertarik untuk menghidupi dogma, daripada mendalami, menghayati hubungan kasih vertikal-horisontal.

      Seorang raja berkata, "betapa indahnya, bila saudara semua, hidup dalam kerukunan!"

      Terimakasih, salam taman.
      Edenia

      Hapus