11 November 2009

Dua Borok Bangsa

"pilar"


Satu bulan lalu saya bermimpi.
Mimpi tentang Indonesia. Dalam mimpi saya, bangsa yang saya kasihi ini sedang terluka..
Terdapat dua borok besar yang hampir kering, tapi masih membutuhkan penanganan yang baik, karena nanah kuning masih bersarang di tengah-tengahnya, di sekitar kulit yang hampir kering itu.

Dua borok tersebut jaraknya berdekatan.
Anehnya, kedua borok itu dilukiskan di atas tengkuk (leher) seorang anak kecil, dan tertutup oleh rambut-rambut halus yang menjuntai di lehernya. Hanya kepada sedikit orang, borok itu disingkapkan. Ketika sebuah tangan besar menyingkapkannya, saya melihat tulisan “Republik Indonesia” menggantung di atas tengkuk tersebut, dan terdengar ucapan: “Republik Indonesia”.

Saya tak mengerti.
Tapi keadaan yang berkembang hari-hari ini, seperti menyuratkan sesuatu yang tersirat itu.
Dua borok itu adalah dua pilar bangsa kita yang sedang retak: Politik dan Hukum. Dan kedua pilar ini, atau pilar manapun dalam suatu pemerintahan, akan hancur luluh lantak jika orang-orang di dalamnya begitu mendewakan uang. Karena cinta uang adalah akar semua kejahatan. Politik uang, jual beli perkara, ada uang perkara melayang, istilah-istilah itu membuat kita mengerti maksudnya.

Ketika kedua borok tersebut hanya disingkapkan kepada orang-orang tertentu, maka saya menjadi maklum, jika melihat perspektif sebagian orang dan cara publik menanggapi kasus dua borok tersebut begitu beragam. Sebagian besar orang tersulut dan tanpa kearifan yang jelas dan luas, bergerak menciptakan people power, yang hampir-hampir menghilangkan esensi yang sesungguhnya dari keberpihakan terhadap keadilan. Ini nyata dari kasus-kasus hukum belakangan ini.

Leher, menjadi demikian vital dalam tubuh kita, karena di sana juga terdapat urat nadi kita. Kalau borok tersebut justru makin menimbulkan infeksi yang lebih parah, dan tubuh tak kuat lagi menahan demam tinggi yang ditimbulkannya, tak ada kata lain selain “mati dalam tidur”. Atau seperti ranting kering yang tak berguna, “ditebas” dan dipisahkan. Dan begitu pula nasib si leher.


Mungkin, di mata Tuhan, Indonesia masih anak kecil. Bangsa yang belum juga beranjak dewasa. Karena, meskipun ingin selalu diajar, namun tak pernah dapat mengenal kebenaran. Telinganya bebal dan berat untuk mendengar. Indonesia, semoga engkau bangkit dengan tunas-tunas yang baru! Karena sesungguhnya, k
ebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa (Amsal). 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar