04 September 2008

Awalnya (Hanya) Separuh Lingkaran



Tidak ada yang dibawa oleh pria dan wanita ketika mereka akan menyatukan diri dalam sebuah ikatan pernikahan. Tidak ada yang mereka berikan ketika mereka memutuskan untuk bersatu menyamakan langkah ke depan, kecuali diri mereka yang setengah itu. Ketika mereka, sang pria dan sang wanita menjadi orang-orang lajang, lingkaran milik mereka utuh, tapi tidak cukup kuat. Ketika mereka bertemu, yang utuh dari mereka masing-masing harus dihilangkan separuh, agar mereka dapat menyatu dan menjadi lebih kuat.

Separuh yang (musti) dihilangkah itu bernama keakuan, keegoisan, kepentingan diri sendiri, keangkuhan dan segala sesuatu yang menghambat penyatuan mereka. Maka, ketika mereka bertemu, sang pria menyerahkan separuh yang tersisa, yaitu keunggulan prianya: tanggung jawab, kerendahan hati, kelembutan, kesetiaan, perlindungan, penghargaan, penghormatan, penundukan diri kepada Bos Besarnya (Tuhan), dan sedikit campuran bernama kekurangan sana-sini.
Sang wanita juga menyerahkan separuh yang tersisa berupa keunggulan wanitanya: keramahan, kelembutan, pengertian, kesetiaan, ketaatan, penerimaan, keterampilan, kecakapan, kesalehan, dan sedikit campuran bernama kekurangan ini-itu. Lingkaran itu pun terbentuk, dan mereka menamainya pernikahan. Seperti pada cincin pernikahan mereka yang menjadi simbol lingkaran tanpa putus, bahkan dalam keadaan yang terburuk sekalipun. Di segala keadaan. Di setiap medan rintangan.

Ah, ini mungkin terlalu klise. Pandangan yang terlalu romantis, kata teman saya. Tapi, bagaimana kita akan membuatnya utuh, kalau kita tidak memandangnya demikian? Lingkaran sejatinya memang tanpa putus, dan hanya mereka yang mampu menepikan harga dirinya yang membuat lingkarannya tetap lingkaran.

Tidak ada orang yang bisa utuh hanya dengan dirinya sendiri.


5 komentar:

  1. Indonesian is such a beautiful language. I wish I could read it

    BalasHapus
  2. Hmmm....tulisan yang bagus. Kayaknya sang penulis sudah siap untuk memasuki dunia itu...he..he..he..Selamat ya dik untuk blog barunya. Kalau sudah banyak bisa dibikin satu buku tuh. Gimana proyek buku "Yusuf"-nya? Kok macet!

    BalasHapus
  3. menulis memang mengasyikkannya. salut buat tulisan-tulisannya. nulis buku yuk? ha ha ha

    BalasHapus
  4. SAngat menarik tulisannya...

    BalasHapus
  5. red eyes of fire..
    i consider to translate the script and sent i'll sent to you :D

    mas wawan, thanks buat support-nya selama ini. iyah bentar lagi yusuf-nya kelar! :)

    musafir muda, iyah, menulis memang asyik. bikin buku bareng? hayuu...sapa takut? :D
    thanks yah..

    akbar, makasih ya..

    BalasHapus