07 November 2011

Perspektif Angle


yang kamu lihat,
pohon yag meranggas atau sunrise?



























Masalah ada bersamaan dengan jalan keluarnya.
Kalimat itu ditulis oleh teman saya saat kami chating, hampir 10 tahun yang lalu. Teman saya juga bilang, kalau masalah itu sebenarnya adalah kontrol buat manusia. Kedengarannya klise, tapi benar. Kenapa? Karena manusia memang selalu minta diajar, dan sulit belajar benar.
Ma-sa-lah = Manusia-suka (bikin) salah.  See?

Rick Warren, penulis buku Purpose Driven Life mengatakan, sebagian besar, hampir 99 persen hidup ini berisi ujian tentang bagaimana kita menanggapi (segala sesuatu). Dan masalah hanya sebuah pintu menuju ujian itu.

Saya menyukai fotografi. Saya kerap melihat foto-foto terbaik dari hasil jepretan para fotografer dunia. Kadang-kadang, saya membuka situs National Geographic untuk menikmati foto-foto yang sempurna. Dan saya juga membaca kisah-kisah di balik pengambilan gambar-gambar tersebut.

Para fotografer ini kerap harus berada dalam medan dan situasi yang ekstrem untuk mendapatkan bidikan yang tepat dan hasil yang sempurna. Mungkin mereka menungging, bertiarap, memanjat pohon, berlindung di balik sebuah rumah kecil di daerah kutub dan memanfaatkan celah yang sempit untuk menangkap wajah beruang atau macan salju, atau harus berbecek-becek, bersahabat dengan debu gurun pasir, dan berupaya untuk mengenali setiap situasi dan medan geografis yang mereka hadapi. Semua, hanya demi mendapatkan angle terbaik. Dan malah, hasil yang sempurna tidak selalu didapat dalam satu kali jepretan, melainkan setelah sekian ratus jepretan.

Kita semua berhadapan dengan segala sesuatu yang berpotensi menjadi masalah. Entah karena kita tak paham bagaimana cara menempatkannya, entah karena orang lain yang melakukan itu, entah karena kebodohan atau kesengajaan kita. Banyak faktor. Tapi, masalah-masalah itu menawarkan kita kesempatan untuk memiliki angle terbaik. Tergantung bagaimana cara kita memandangnya. 

Cita-cita, sasaran, impian, pencapaian, relasi, dan lain-lain, ini semua adalah “objek” di depan kita yang sedang kita bidik. Beberapa di antaranya mungkin berada dalam titik, situasi, jarak pandang, atau jangkauan gambar ―apapun istilahnya― yang mengharuskan kita melakukan satu langkah ekstrim, untuk mengatur “zoom” dan “komposisi” yang tepat. Memang, seringkali tidak nyaman, dan itu menuntut kesabaran dan ketabahan kita. Berita baiknya adalah, semua akan menghasilkan output yang sempurna. Bagi pengembangan karakter kita, itu sudah pasti. Bagi kematangan cara berpikir, kedewasaan sikap, kemurnian hati, ketangguhan iman, pelebaran kasih, perluasan cinta.. yang pasti, kita semua menginginkan akhir cerita, selalu lebih baik dari awalnya, bukan? Sepanjang kita tidak mengenyampingkan Tuhan, masalah bisa jadi jalan berkah.

Jangan pernah kehilangan perspektif angle.
Anda dan saya, sangat memerlukannya.





2 komentar:

  1. good. kalau manusia mengerti soal perspektif ini dan sll melihat ada kebaikan di tiap masalah (setlh mlewati masalah2 sebelumnya) mestinya tidak ada lg yg galau2 sampai jd gila, bunuh diri, atau bahkan korupsi ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Frid, makasih ya masih sempat mampir ke taman.
      Betul, perspektif yang luas, itu yang kita perlukan. Aku juga masih belajar. Selalu.

      Dan tiapkali dapat perspektif baru untuk tiap sikon berat,.."nendang" rasanya. Jadi penuh vitalitas (lagi!) :)

      Hapus