30 November 2010

Namaku Bromo





Namaku Bromo.
Demikian manusia menyebutku.
Aku ada sebagai manifestasi kegagahan dan kemegahan alam.
Dari kejauhan, tubuhku terlihat hijau kebiruan.
Anak-anak manusia sering melukis wajahku dalam warna-warni krayon mereka,
dengan senyum mentari yang menyembul dari balik punggungku.
Jejak kaki para taruna, membekas di atas permukaan kulitku.

Seperti manusia, aku juga bermetabolisme.
Aku perlu mengguncang tubuhku, untuk menyentak kesadaran bahwa:
Aku hidup, aku ada, aku nyata, aku memberi…

Lahar panas, lahar dingin, bebatuan, dan pasir yang kumuntahkan,
mengayakan tanah tempatku berpijak.
Manusia mengagumiku.
Aku ada sebagai lukisan keindahan alam.





Alam, adalah bahan bakar bagi jiwaku.
Alam memberiku vitalitas hidup.
Dan aku mengisinya dengan bekerja.
Karena bagiku, bekerja berarti memberi buah.
Memberi tanpa batas, hingga tutup usiaku.
Usia, angka dalam rentang kehidupan yang terbungkus daun-daun waktu.





Waktu, seperti uap yang segera lenyap.
Seperti suatu giliran jaga di waktu malam.
Seperti rumput yang bertumbuh,
Di waktu pagi berkembang,
Di waktu petang lingsut dan layu.
Pelakon kehidupan mencoba memaknainya.
Menghitung butiran hari, agar bijaksana melekat dalam hati.





Hati.
Hening, luas dan terang.
Karena terang itu menyenangkan.
Seperti pagi yang menyudahi baptisan malam,
Memunculkan kebaruan dan kebenaran.
Untuk menggenapi “Habis gelap, Terbitlah terang”

Namuku Bromo.
Alam, Manusia, Pagi dan Petang,
Kami Bergandengan.




Fotografer: Didit Nugroho (Ditdesign : 08568537122, Foto Memiliki Hak Cipta), Teks: Edenia
Foto diambil di kawasan Gunung Bromo, pagi, pertengahan September lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar