21 Oktober 2010

Berdamai dengan Cara Sendiri




















Film yang dibintangi Julia Roberts dan terkenal dengan lokasi apik hasil shooting di Bali ini, akhirnya tayang juga dan saya berkesempatan menonton hari Minggu lalu. Film ber-genre Drama Romantis ini berdurasi sekitar dua jam setengah dan dibangun dari banyak percakapan, sedikit kilas balik, dan banyak berkisah mengenai penerimaan diri si tokoh utama. Judul yang terdiri dari tiga kata yang sangat familiar untuk tiap manusia ini memang dirasa tepat diberikan karena apa yang dialami atau dilakukan tokoh Liz Gilbert ini memang seputar hal-hal tersebut.

Keinginannya mencari sesuatu untuk membuat jiwanya berdamai dengan dirinya sendiri membawanya bertualang ke Itali, India dan terakhir kembali ke Bali (di dalam ceritanya, Liz pernah ke Bali dan diramal oleh seorang peramal bernama Ketut bahwa ia akan kembali ke Bali dan akan banyak belajar). Di tiap Negara tersebut, Liz menemukan banyak hal indah seperti persahabatan, makanan, ziarah batin, dan juga cinta dalam suatu ‘kebetulan’. Humor yang diisi melalui permainan bahasa, bertemu dengan salah seorang keturunan dari penemu Spaghetti dan pendapat-pendapat beberapa tokoh mengenai apa itu keluarga, persahabatan, memaafkan diri sendiri dan kasih pada semua orang membangun cerita ini menjadi sebuah drama yang tidak biasa dan cukup menarik untuk disimak.

Sebenarnya alasan utama dari si tokoh utama atas ketidakpuasan yang dia alami sementara ia telah mempunyai suami, rumah dan pekerjaan yang baik kurang bisa diselami dan akan banyak silang pendapat untuk menjelaskannya. Cerita yang diangkat dari memoir seorang wanita Amerika bernama Elizabeth Gilbert ini mencoba mencari keseimbangan dan pegangan hidup yang bisa dipercayanya setelah gagal juga dalam hubungan asmara dengan seorang kekasih gelap tanpa sepengetahuan suaminya. Sahabat yang berusaha menenangkan dan mengarahkan Liz pada akal sehat juga tidak didengar, dan petualangan yang katanya akan dapat membuat dia bangkrut (empat bulan tinggal di Italy sebelum dua perjalanan berikutnya) serta meninggalkan semua kehidupannya di New York pun dimulai. Di Italy, dia banyak menikmati makanan (Eat), di India dia fokus belajar meditasi dan tinggal di Biara seorang Guru yang ajarannya juga telah sampai ke New York (Pray), dan di Bali, dia menemukan cinta dan keseimbangan di antara hidupnya (Love).


Di sisi lain, film yang disutradarai oleh Ryan Murphy (Running With Scissors) ini tidak sedikit menuai kritik dan ada yang menilai isi filmnya tidak jauh dari ajaran New Age Movement. Spiritualitas Timur yang mengisi gaya hidup Barat, corak hidup yang ditelusuri dari sesuatu yang dianggap mistis dan pencarian akan Tuhan dengan keberpihakan pada diri sendiri. Belum lagi beberapa nilai dari film tersebut antara lain saat ia berusaha melakukan penerimaan atas luka batin dan bagaimana merespon Tuhan, digambarkan secara awam. Seperti yang mungkin dilakukan oleh kebanyakan orang yang tinggal di kota-kota besar dan terjebak dalam kehidupan untuk memuaskan dirinya sendiri. Secara pribadi saya berpendapat kalau ada keinginan untuk mengenal Tuhan yang manusia rindukan dengan kesungguhan hati (tidak mementingkan menemukan keseimbangan diri dengan cara pikirnya sendiri), Tuhan tentunya akan membuatnya menemukan jalan yang lebih baik.

Film ini juga cenderung membosankan bagi yang tidak biasa menonton drama. Sebagai sebuah drama, rasa romantis dan manisnya cerita tidak terlalu ditonjolkan, dan tidak terlalu membuat penonton penasaran. Tapi jangan lupa karena film ini memang kisah perjalanan tokoh utamanya sambil berwisata, hal-hal yang menarik juga banyak digambarkan dengan situasi yang lucu dan menggugah (Bali diperlihatkan sebagai tempat yang luar biasa cantik), jadi pasti tidak rugi untuk ditonton sebagai hiburan [termasuk karena Julia Roberts tetap terlihat cantik di sini :)] (Resensi ditulis oleh Hadi Saputra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar