Dua September 2009, sekitar pukul setengah tiga sore, gempa 7,3 SR menggoyang Pulau Jawa.
Hampir “semua” orang ikut digoyang gempa. Kaget, sempat merinding beberapa lama, berdoa dan tetap tenang sambil berjalan keluar gedung, itulah yang saya dan teman-teman alami sore itu.
Setelah peristiwa lewat…,
Jujur, sebagian besar dari kita juga “lalu” dan menjadi “sangat biasa” dengan berita-berita seputar gempa yang masih ditayangkan di beberapa teve. “Sangat biasa” artinya, titik sentuh kita tidak mencapai derajat yang paling pool, atau “menjadi sama” dengan mereka yang secara langsung tertimpa bencana dan mengalami dampaknya secara nyata. Datar.
Buktinya, di tengah-tengah rakyat yang sedang merasakan hancur hati, hati orang-orang yang disebut sebagai wakil rakyat, malah tertuju pada benda-benda simbolik, (pada simbol-simbol status jabatan) yang tidak penting : membuat pin dan baju seragam dinas masing-masing seharga 5 juta rupih per orang (!) plus biaya-biaya lain untuk pelantikan anggota DPR/DPD yang memakan puluhan miliar rupiah!
(Metro Hari Ini, Metro TV, 7 September 2009, pukul 18:30 wib) Ketika kepada salah seorang pengungsi ditanyakan mengenai kondisi tenda yang digunakan (satu tenda diisi oleh 6 orang), pengungsi tersebut menjawab, “Udah bukan sempit lagi, Bu, kentut aja susah!” (warga pengungsi ini mengatakannya dengan mimik serius, tanpa ekspresi, dan tidak sedang bercanda).
Hati yang miskin belas kasih, bukti kasih yang menjadi dingin.
Hampir “semua” orang ikut digoyang gempa. Kaget, sempat merinding beberapa lama, berdoa dan tetap tenang sambil berjalan keluar gedung, itulah yang saya dan teman-teman alami sore itu.
Setelah peristiwa lewat…,
Jujur, sebagian besar dari kita juga “lalu” dan menjadi “sangat biasa” dengan berita-berita seputar gempa yang masih ditayangkan di beberapa teve. “Sangat biasa” artinya, titik sentuh kita tidak mencapai derajat yang paling pool, atau “menjadi sama” dengan mereka yang secara langsung tertimpa bencana dan mengalami dampaknya secara nyata. Datar.
Buktinya, di tengah-tengah rakyat yang sedang merasakan hancur hati, hati orang-orang yang disebut sebagai wakil rakyat, malah tertuju pada benda-benda simbolik, (pada simbol-simbol status jabatan) yang tidak penting : membuat pin dan baju seragam dinas masing-masing seharga 5 juta rupih per orang (!) plus biaya-biaya lain untuk pelantikan anggota DPR/DPD yang memakan puluhan miliar rupiah!
(Metro Hari Ini, Metro TV, 7 September 2009, pukul 18:30 wib) Ketika kepada salah seorang pengungsi ditanyakan mengenai kondisi tenda yang digunakan (satu tenda diisi oleh 6 orang), pengungsi tersebut menjawab, “Udah bukan sempit lagi, Bu, kentut aja susah!” (warga pengungsi ini mengatakannya dengan mimik serius, tanpa ekspresi, dan tidak sedang bercanda).
Hati yang miskin belas kasih, bukti kasih yang menjadi dingin.
Pukulan membersihkan lubuk hati -Amsal-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar