12 Maret 2012

Pelangi



Saat kanak-kanak, saya sempat tinggal di suatu kota kabupaten kecil di tanah Pasundan. Di sana, semua yang berbau alam terasa akrab dengan masa kecil saya. Sawah, gunung, tanah lapang luas dengan rumput menghijau di atasnya, (lapangan ini dipakai untuk pendaratan hercules tentara angkatan udara, dan kerap menjadi tempat anak-anak komplek bermain sepak bola), dan segala sesuatu yang indah tentang alam yang tak lagi saya temui di Jakarta.

Ketika hujan mereda, di petang atau pagi hari, dari halaman rumah saya, saya masih bisa menyaksikan busur pelangi yang terlukis di langit, atau kadang kemunculannya membuat kegagahan gunung di seberang komplek menjadi lebih ramah dan cantik.

Busur pelangi, tiga warna cerah (merah kuning hijau) kerap membentang di langit dengan lengkungan yang berbalik arah dengan lengkung bulan sabit atau lengkung senyuman di wajah kita. Tapi meskipun bentuknya lengkungan sedih, kehadiran pelangi selalu dinanti. Ketika hujan lebat menyudahi durasinya membasahi bumi, wajah bumi mendadak sumringah karena pelangi. Itu pasti karena warna-warna yang dimiliki pelangi. Tak terbayangkan jika pelangi berwarna kelabu, atau hanya garis abu-abu atau hitam yang melengkung di langit. Duh...

Ini, hanya sedikit pelajaran dari pelangi. Dari alam kita.
Pelangi mengingatkan, hal-hal yang indah tidak selalu baik.
Namun hal-hal yang baik selalu indah.
Pelangi indah, tapi kemunculannya justru setelah hujan menyelesaikan tugasnya. Hal-hal yang baik, seperti juga hal-hal buruk, hanya untuk sementara saja.
Pelangi indah, namun lengkung wajahnya ke bawah. Suka dan duka bergantian, susah senang punya giliran, semua untuk membuat hidup menjadi lebih berwarna. Berpelangi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar